PEMBENTUKKAN KARAKTER
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA
DI SMP LABSCHOOL JAKARTA
Proposal Disertasi
Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Seminar Proposal
Oleh:
KURNALI
NIM. 09.3.00.0.12.01.0066
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
PEMBENTUKKAN KARAKTER
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA
DI SMP LABSCHOOL JAKARTA
Oleh : KURNALI[1]
- A. Latar Belakang Masalah
Dualisme bentuk pendidikan populer di Indonesia yaitu pendidikan umum dan pendidikan agama. Pendidikan umum membentuk lulusannya unggul dalam bidang pengetahuan dan teknologi, sedangkan pendidikan agama mengambil bentuk lulusannya unggul dalam bidang agama. Namun demikian, semua agama di Indonesia; agama Islam,[2] Katolik,[3] Protestan,[4] Hindu,[5] dan Budha,[6] memiliki pandangan bahwa pendidikan agama dari jenjang sekolah dasar, menengah sampai perguruan tinggi umum, memiliki urgensi dan signifikansi dalam pembentukan karakter siswa yaitu dalam sikap, perilaku keberagamaan siswa serta membangun moral dan etika.
Pandangan tersebut didasarkan pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia. Pasal 3 undang-undang sistem pendidikan nasional menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”,[7] yang selanjutnya dijabarkan di dalam pengembangan silabus pendidikan agama Islam,[8] Protestan,[9] Katolik,[10] Hindu,[11] dan Budha[12]. Hal ini berarti bahwa menurut undang-undang sistem pendidikan nasional tersebut, pendidikan agama mempunyai peranan yang sangat besar dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional dan sekaligus rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut menjadi dasar dalam pengembangan mutu pendidikan agama terhadap pembentukkan karakter.[13]
Secara makro, sumber pembentukkan karakter di antaranya didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama.[14] Hal tersebut dikarenakan kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasarkan pada ajaran agama dan kepercayaannya. Bahkan secara politis, kehidupan bernegara didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama.[15] Pada tataran mikro, pembentukkan karakter secara khusus dilaksanakan melalui pendidikan agama, karena misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap. Pada pendidikan agama, pembentukkan karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran (instructional effects) dan juga dampak pengiring (nurturant effects).[16] Secara umum pendidikan agama dan keagamaan berfungsi untuk membentuk manusia Indonesia yang berkarakter yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, dan mampu menjaga kerukunan hubungan antar umat beragama, memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang mengimbangi penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni[17]. Tujuan pembentukkan karakter dalam pendidikan agama lebih rinci menurut Agus Maimun dkk.,[18] adalah pertama, menanamkan nilai-nilai untuk menangkis pengaruh nilai-nilai negatif atau cenderung negatif akibat arus globalisasi. Kedua, memerangi kecenderungan materialisme, konsumerisme, dan hedonisme. Ketiga, menanamkan pemahaman dan penghayatan nilai keadilan. Keempat, menanamkan etos kerja yang mantap sebagai bekal dalam menghadapi dunia kerja dan realitas sosial.
Namun realita yang terjadi, adanya indikator pendidikan agama tidak maksimal mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi makna dan nilai menjadi afektif yang dapat diinternalisasikan oleh siswa, serta pendidikan agama kurang peka terhadap perubahan sosial, sehingga pendidikan agama tidak banyak berkontribusi terhadap pembentukkan karakter siswa, diantaranya; pertama, fenomena berbagai penyimpangan religiusitas di kalangan pelajar, kedua, terjadi pergeseran sistem nilai, ketiga, adanya pengaruh arus deras budaya global yang negatif. Sa’id Agil Husin Al-Munawar mengakui hal tersebut, karena pendidikan agama berada pada benteng paling depan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya kecerdasan akal tapi juga kecerdasan moral dan pendidikan agama harus memberikan kontribusi yang nyata dalam mewujudkan siswa yang semakin berkarakter dan berbudaya.[19]
Kelemahan tersebut timbul dikarenakan adanya gap antara teori dan empiri. Persoalan mendasar dari kelemahan tersebut di antaranya belum maksimal pengembangan pendidikan agama, sehingga berpengaruh terhadap kurang maksimal kontribusi pendidikan agama terhadap pembentukkan karakter siswa. Hal tersebut diakui Mochtar Buchori, bahwa pendidikan agama hanya memperhatikan aspek kognitif semata, dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan psikomotor,[20] Agus Maimun, Abdul Mukti Bisri, dan Hasanudin, berpendapat bahwa pendidikan agama masih menggunakan pendekatan behavioristik,[21] dan belum menggunakan pendekatan konstruktivistik,[22] Atho Mudzhar, menyayangkan kurikulum agama yang terlampau padat materi dan materi tersebut lebih mengedepankan aspek pemikiran ketimbang kesadaran keberagamaan yang utuh.[23]
Sekolah Menengah Pertama (SMP) umum, dipilih oleh peneliti didasarkan pada dua hal; pertama, bahwa masa anak pubertas adalah anak yang mengalami perkembangan. Sebagaimana penjelasan Syamsu Yusup, anak yang berkembang adalah anak yang mengalami perubahan individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniyah) maupun psikis (rohaniyah).[24] Di samping itu, pemilihan SMP adalah didasarkan pada program Pengembangan Karakter Bangsa (PKB) yang dilakukan di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dilaksanakan oleh pihak Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas sejak tahun 2001.[25]
Menurut data dari Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta tahun pelajaran 2009/2010, di Jakarta terdapat 958 SMP, di antaranya 319 SMP berstatus negeri, dan 639 SMP berstatus swasta[26]. Walaupun demikian, dari jumlah SMP di atas hanya sebagian kecil saja yang berhasil dalam mencapai pendidikan dalam kategori unggulan.[27]
Keberhasilan pendidikan agama terhadap pembentukkan karakter siswa menurut Husni Rahim, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; siswa, kurikulum, metodologi, fasilitas kegiatan keagamaan, budaya sekolah, ekstra kurikuler keagamaan, laboratorium keagamaan.[28] Berdasarkan pandangan tersebut, dapat dipahami bahwa keberhasilan pembentukkan karakter siswa antara lain dapat dicapai dengan mengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah dan mengembangkan sumber daya guru agama, kepala sekolah, dewan guru, komite sekolah, institusi keagamaan, LSM, masyarakat sekitar sekolah, dan alumni.
Terkait mengenai hal tersebut, aktivitas pendidikan agama di sekolah umum dapat dikembangkan sebagai budaya sekolah.[29] Menurut Kent. D. Peterson, Terrece E. Deal, budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Kesemuanya itu akan membentuk penghayatan psikologis masyarakat sekolah termasuk di dalamanya peserta didik yang akan membentuk pola nilai, sikap, kebiasaan dan perilaku budaya warga sekolah.[30] Sependapat dengan hal tersebut Hollins, E. yang mengatakan sekolah dibentuk oleh praktik dan nilai budaya serta merefleksikan norma-norma dari masyarakat di mana mereka masih sedang dikembangkan.[31]
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di sekolah umum dapat dilihat dari faktor pandangan sekolah, visi, misi, sistem pendidikan, program budaya sekolah, pemahaman, sikap, dan perilaku warga sekolah terhadap filosofi pembangunan mental-moral, nilai-nilai karakter, perencanaan, proses, penilaian dan indikator keberhasilan dan faktor penggerak proses pendidikan yang meliputi; kepala sekolah, dewan guru, komite sekolah, institusi keagamaan dan LSM, masyarakat sekitar sekolah, alumni, dan pemerintah.
Hasil survey mengenai pengembangan pendidikan agama yang dilakukan di SMP Unggulan di Provinsi DKI Jakarta, bahwa SMP yang melakukan pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah yang dipandang berhasil dalam pembentukkan karakter siswa, yaitu SMP Labschool Jakarta. SMP Labschool Jakarta mengembangkan pendidikan agama sebagai budaya sekolah yang tetap eksis dan semakin disempurnakan, mempunyai misi dan visi yang jelas yaitu sekolah yang mempersiapkan pemimpin masa depan yang bertakwa, berintegritas tinggi, mempunyai daya juang yang kuat, mempunyai kepribadian yang utuh, berbudi pekerti luhur, mandiri serta mempunyai kemampuan intektual yang tinggi, adanya komitmen yang tinggi kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, pengelola dan masyarakat untuk mengembangkan pendidikan agama, respon masyarakat terhadap sekolah kian meningkat ditandai dengan setiap tahunnya mengalami grafik kenaikan, bahkan menjadi sekolah pilihan.[32]
Berdasarkan pemahaman penulis, dari berbagai pandangan tersebut dapat dipahami bahwa SMP Labschool Jakarta telah melakukan upaya mengembangkan pendidikan agama sebagai budaya sekolah sehingga berkontribusi terhadap pembentukkan karakter siswa. Keberhasilannya dalam mengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah terhadap pembentukkan karakter siswanya adalah antara lain dengan menetapkan, menerapkan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah. Untuk memperoleh gambaran penetapan, penerapan dan analisis yang dilakukan oleh SMP Labschool Jakarta, perlu dilakukan penelitian, melalui penulisan disertasi yang berjudul Upaya Pembentukkan Karakter dalam Pengembangan Pendidikan Agama di SMP Labchool Jakarta.
- B. Permasalahan
- Identifikasi Masalah
Studi ini berangkat dari permasalahan mendasar yang ingin memperoleh jawaban atas penerapan pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di SMP Labschool Jakarta yang telah berhasil dalam pembentukkan karakter siswanya. Dapat diasumsikan bahwa permasalahan penelitian studi ini berdasarkan realitas di lapangan adalah mengenai penetapan, penerapan dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah. Faktor-faktor tersebut adalah kejelasan pandangan sekolah, visi, misi, sistem pendidikan, program budaya sekolah, pemahaman, sikap, dan perilaku warga sekolah terhadap filosofi pembangunan mental-moral, nilai-nilai karakter, perencanaan, proses, penilaian dan indikator keberhasilan dan faktor penggerak proses pendidikan yang meliputi; kepala sekolah, dewan guru, komite sekolah, institusi keagamaan dan LSM, masyarakat sekitar sekolah, alumni, dan pemerintah.Pembatasan Masalah
Pembatasan penelitian studi ini terkait difokuskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di SMP Labschool Jakarta.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di SMP Labschool Jakarta?” Pertanyaaan inti kemudian dirumuskan dalam beberapa pertanyaan yang memperjelas penelitian ini, yaitu;
- Faktor-faktor apasaja yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di SMP Labschool Jakarta?
- Mengapa faktor penentu, faktor penunjang, dan faktor penggerak mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah tersebut ditetapkan oleh SMP Labschool Jakarta?
- Bagaimana implementasi faktor penentu, faktor penunjang, dan faktor penggerak yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di SMP Labschool Jakarta?
- Bagaimana hakikat faktor penentu, faktor penunjang, dan faktor penggerak yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah pada sekolah umum di masa depan?
- B. Penelitian Terdahulu
Di antara peneliti yang interes terhadap bidang budaya sekolah yaitu: Kent. D. Peterson, Terrece E. Deal, menempatkan budaya sekolah sebagai dasar pembentukkan karakter siswa, karena budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Kesemuanya itu akan membentuk penghayatan psikologis masyarakat sekolah termasuk di dalamanya peserta didik yang akan membentuk pola nilai, sikap, kebiasaan dan perilaku budaya warga sekolah.[33] Sependapat dengan hal tersebut Hollins, E. yang mengatakan sekolah dibentuk oleh praktik dan nilai budaya serta merefleksikan norma-norma dari masyarakat di mana mereka masih sedang dikembangkan.[34] Tang mengatakan bahwa budaya sekolah dalam sekolah efektif memuat kerjasama, komunikasi terbuka, dan pengembangan yang berkelanjutan[35]. Christina A. Fraley, budaya sekolah yang sehat dan kuat berkorelasi sangat kuat dengan peningkatan prestasi dan motivasi siswa[36], Nieto S, kondisi dan iklim sekolah berkait dengan sikap dan keyakinan terhadap pendidikan yang dapat memperkuat belajar.[37] Ivan Reid setuju bahwa budaya formal sekolah akan menghasilkan pelajar yang berkualitas serta berkelakuan baik, dan budaya sekolah non formal menghasilkan pelajar yang berbakat di luar kemampuan akademik, yaitu kecenderungan dalam bidang non akademik.[38] Gulo, menyimpulkan nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilan, masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang sehingga bisa dibina, perkembangan nilai atau moral tidak terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu.[39] Hal ini sebagai manifestasi dari nilai agama dari pendidikan agama di kelas. Pemahaman ini sejalan dengan Finann, bahwa sekolah bukan suatu entitas statis, maka proses pembentukkan norma, nilai dan tradisi sekolah akan terus berlangsung melalui interaksi dan refleksi terhadap kehidupan dan dunia secara umum.[40] Allan A. Glatthorn, inti hidden curriculum adalah kebiasaan sekolah menerapkan disiplin terhadap siswanya, dan lingkungan sekolah yang teratur merupakan pengalaman yang dapat mempengaruhi budaya siswa.[41] Cushner, K., mendeskripsikan budaya ke dalam dua persepsi penting, yaitu: persepsi subyektif dan persepsi konkrit. Persepsi subyektif meliputi aspek-aspek: lingkungan (environment), peran (roles), norma-norma (norms), sikap (attitude), nilai (values), cita-cita (ideals) dan sebab-akibat (cause and effect). Adapun persepsi konkrit mencakup aspek-aspek: artifak (artifacts) dan produk (products).
Moerdiyanto, hasil penelitian ini berkesimpulan untuk memotret kultur utama yang ada di sekolah menengah tingkat atas dan upaya pengembangannya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan,[42] Firman Robiansyah, hasil penelitian ini berkesimpulan bahwa dalam tataran konseptual, integrasi pendidikan nilai dapat diwujudkan melalui perumusan visi, misi, tujuan dan program sekolah (rencana strategis sekolah). Secara institusional, integrasi dapat diwujudkan melalui pembentukan institution culture yang mencerminkan paduan antara nilai dan pembelajaran. Tataran operasional, rancangan kurikulum dan esktrakulikuler Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) harus diramu sedemikian rupa sehingga nilai-nilai fundamental agama dan ilmu terpadu secara koheren. Sementara secara arsitektural, integrasi dapat diwujudkan melalui pembentukan lingkungan fisik yang berbasis iptek dan imtak, seperti sarana ibadah yang lengkap, sarana laboratorium yang memadai, serta perpustakaan yang menyediakan buku-buku agama dan ilmu umum secara lengkap,[43] Witarsa, hasil penelitian berkesimpulan bahwa variabel nilai merupakan variabel yang dominan pengaruhnya terhadap pengembangan budaya sekolah, dan ditemukan model kinerja pendidikan berbasis nilai terhadap pengembangan budaya sekolah di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.[44] Satiajayanti, hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa budaya disiplin dan budaya kerja keras serta beberapa faktor pendukung dan penghambat penerapan budaya sekolah di MAN 2 Pekalongan,[45] Desi Susanti, hasil penelitian berkesimpulan bahwa tujuan umum penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana budaya sekolah yang dikembangkan di SMA Negeri 1 Surakarta. Kemudian diterjemahkan dalam beberapa sub tujuan. Pertama, untuk mendeskripsikan karakteristik sekolah efektif termasuk di dalamnya profil SMA Negeri 1 Surakarta. Kedua, untuk mendeskripsikan karakteristik budaya sekolah efektif termasuk didalamnya manifestasi nilai-nilai, kebiasaan, keyakinan dan kesepakatan yang diyakini warga sekolah dalam bentuk, perilaku, dan konseptual dalam mencapai sekolah efektif,[46] Karmidah.[47]
Sedangkan peneliti yang konsen dalam pengembangan pendidikan agama yaitu; Robert Jackson memiliki pandangan bahwa pendidikan agama berkontribusi terhadap budaya sekolah, pendidikan kewarganegaraan, dan pendidikan karakter, Mochtar Buchori, bahwa pendidikan agama hanya memperhatikan aspek kognitif semata, dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan psikomotor,[48] Soejatmoko, bahwa pendidikan agama tidak berintegrasi dan bersinkronisasi dengan pelajaran non-agama,[49] pemahaman materi yaitu teologi mengarah kepada faham fatalistik, akhlak berorientasi sopan santun bukan sebagai keseluruhan pribadi manusia beragama, ibadah difahami sebagai kegiatan rutin agama bukan pembentukkan kepribadian,[50] menurut Rasdianah bahwa evaluasi hasil belajar kognitif lebih dominan bila dibandingkan evaluasi hasil belajar afektif dan psikomotor,[51] Siti Malikhah Thowaf, menyayangkan pendekatan pendidikan agama masih bersifat normatif, menawarkan standar minimum kompetensi, kurangnya menggali berbagai upaya menngembangkannya seperti memperkaya metodologinya agar tidak monoton, keterbatasa sarana dan prasarana,[52] Agus Maimun, Abdul Mukti Bisri, dan Hasanudin, bahwa pendidikan agama masih menggunakan pendekatan behavioristik,[53] dan belum menggunakan pendekatan konstruktivistik,[54] Atho Mudzhar, bahwa kurikulum agama yang terlampau padat materi dan materi tersebut lebih mengedepankan aspek pemikiran ketimbang kesadaran keberagamaan yang utuh,[55] dan Muhaimin, berpandangan bahwa pendidikan agama belum selektif memilih paradigma pendidikan agama yang ada yaitu; masih mengarah kepada paradigma dikotomis, belum mengarah kepada paradigma mechanism, dan paradigma organism atau sistemik.[56]
Marzuki, M. Murdiono, dan Samsuri, hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa belum ditemukan model khusus dalam pengembangan karakter berbasis Pendidikan agama di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta, pembinaan karakter yang berkembang di SD dan SMP tersebut merupakan pengembangan karakter sebagaimana yang di sekolah secara umum, dan model yang seharusnya dikembangkan untuk pengembangan karakter di sekolah berbasis pendidikan agama adalah menjadikan mapel pendidikan agama sebagai basis utama dalam pengembangan karakter siswa. Pendidikan Agama harus benar-benar menyentuh sikap dan perilaku agama. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam rangka pembinaan karakter yang efektif di sekolah adalah visi, misi, dan tujuan sekolah, kebersamaan, ada program-program yang jelas dan rinci, pelibatan semua mata pelajaran dan semua guru, ada dukungan sarana prasarana, dan tim khusus. [57]
Peneliti dalam kajian pendidikan karakter di antaranya; Thomas Lickona memiliki pandangan bahwa pendidikan karakter dan pendidikan agama semestinya dipisahkan dan tidak dicampuradukkan,[58] Abdul Majid, merekomendasikan tiga komponen utama dalam pendidikan budi pekerti yang menjadi tolak ukur yaitu; adanya sikap istiqomah/konsisten, keteladanan, dan pelestarian nilai-nilai ajaran Islam,[59] Abas Asyafah, meyakinkan bahwa pengalaman dan pembiasaan sangat penting diterapkan dalam pendidikan karakter,[60] Endang Danial, dalam pandangannya tentang eksistensi, visi-misi-fungsi, prinsip-prnsip, jenis, bentuk kegiatan ekstrakurikuler, dan sinergi antar lembaga terkait dalam mengembangkan kegiatan ektrakurikuler untuk pengembvangan karakter siswa,[61] Yadi Ruyadi, menyimpulkan adanya makna, sasaran, dan substansi yang sama antara pendidikan budi pekerti dan pendidikan karakter,[62] Sofyan Sauri, menjabarkan kerangka konseptual pendidikan karakter bangsa dan strategi pendidikan karakter bangsa di perguruan tinggi,[63] Kama Abdul Hakam, mengkaji secara teoritis tentang kecerdasan sosial, perilaku prososial, dan hubungan sosial dalam membangun karakter anak.[64]
- C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitiannya adalah untuk:
- Menetapkan dan mengatagorikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah ditetapkan oleh SMP Labschool Jakarta
- Menelaah faktor penentu, faktor penunjang, dan faktor penggerak yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah ditetapkan di SMP Labschool Jakarta
- Mendapatkan gambaran implementasi faktor penentu, faktor penunjang, dan faktor penggerak mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah ditetapkan oleh SMP Labschool Jakarta
- Menganalisis faktor penentu, faktor penunjang, dan faktor penggerak mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah pada sekolah umum di masa depan.
- D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini baik secara akademis untuk memberikan sumbangan keilmuan di bidang pendidikan agama Sumbangan pemikiran pada pemerintah (Kementerian Agama RI dan Kementerian Pendidikan Nasional) dalam mengembangkan pendidikan agama baik di SMP maupun MTs yang dapat mewujudkan kepribadian dan lingkungan kehidupan belajar yang religius, berkarakter, dan berbudaya, Informasi tentang konsep pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah perspektif para ahli pendidikan yang selama ini pikiran-pikiran mereka masih parsial, menyebar, dan belum tersistematisasikan, dan terlembagakan, dan motivasi dilakukannya kajian-kajian lanjutan mengenai hasil dan proses penelitian yang sama.
Sisi praktis hasil penelitian ini memiliki kegunaan sebagai sumbangan kepada para pengelola lembaga pendidikan umum dalam pengembangan pendidikan agama untuk tujuan mengembangkan, meningkatkan dan mempertahankan kepribadian berkarakter.
- E. Metodologi Penelitian
- 1. Metode penelitian dan Teknik pengumpulan data
Penelitian yang dipakai di dalam penelitian ini, dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif,[65] dan dengan pendekatan sistem (system approach).[66] Kata sistem menunjuk pada pengertian kumpulan benda-benda, himpunan alat-alat, himpunan gagasan (ide), hipotesis dan teori atau menununjuk pada metode. Pada praktiknya, istilah sistem paling sering digunakan untuk menunjuk pengertian metode suatu himpunan unsur atau komponen yang saling berhubungan satu dengan lainnya menjadi kesatuan utuh.
Faktor-faktor yang dikaji dari pendekatan ini meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah, yakni: faktor penunjang yang meliputi pandangan, visi, misi, sistem pendidikan, program budaya sekolah, faktor penentu yang meliputi pemahaman, sikap, dan perilaku warga sekolah terhadap filosofi pembangunan mental-moral, nilai-nilai karakter, perencanaan, proses, penilaian dan indikator keberhasilan dan variabel sistem sosial, dan faktor penggerak yang meliputi peserta didik, kepala sekolah, dewan guru, komite sekolah, institusi keagamaan dan LSM, masyarakat sekitar sekolah, alumni dan pemerintah. Konsekwensi dari pendekatan ini, menuntut kajian menyeluruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukkan karakter. Model pendekatan ini memungkinkan pendekatan yang bersifat deskriptif, eksplanatoris dan komperehensif. Adapun sifat dari pendekatan deskriptif adalah berupaya mencari jawaban “apa” yang terjadi, dan eksplanatoris menjawab “mengapa” dan “bagaimana”. Hal ini bertujuan mengetahui dan memahami secara mendalam mengenai hubungan antara tindakan dan maknanya yang dilakukan oleh para pelaku yang berada di dalam situasi sosial. Situasi sosial yang dipilih yaitu: situasi pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah. Dengan demikian, penelitian ini memberikan penekanan utama pada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di sekolah umum dan makna tindakan tersebut ditinjau dari aspek-aspek pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah yang dapat membentuk karakter siswa. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah. Mengapa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah ditetapkan, dan bagaimana penerapannya sehingga berhasil dalam pembentukkan karakter dan bagaimana analisanya di masa depan.
- 2. Data dan Sumber Data
Adapun data penelitian di dalam penelitian ini, berupa data primer dan data sekunder. Data primer yakni data utama yaitu data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah yang meliputi pandangan, visi, misi, sistem pendidikan, program budaya sekolah, pemahaman, sikap, dan perilaku warga sekolah terhadap filosofi pembangunan mental-moral, nilai-nilai karakter, perencanaan, proses, penilaian dan indikator keberhasilan, dan variabel sistem sosial. Adapun data primer berasal dari peserta didik, kepala sekolah, dewan guru, komite sekolah, institusi keagamaan, LSM, masyarakat sekitar sekolah, alumni, dan pemerintah. Sumber data sekunder dari beberapa dokumen yang ada di sekolah tersebut, digunakan untuk melengkapi dan mendukung data primer sehingga jenis data tersebut saling melengkapi dan memperkuat analisis permasalahan.
Untuk mengetahui, dan menganalisa penetapan dan penerapan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah, penulis memanfaatkan sumber yang ada menjadi sumber data.
Secara garis besar sumber data yang diperlukan adalah sebagai berikut:
- a. Peristiwa
Seluruh aktivitas orang, karakteristik fisik situasi sosial, apayang akan menjadi bagian dari tempat kejadian,[67] dan proses pengembangan pendidikan agama baik di kelas, termasuk sosio budaya masyarakat sekolah dan sekitarnya.
- b. Informan
Seluruh informan diwawancarai sebagai sumber data informan kunci. Informan kunci di dalam penelitian ini difokuskan kepada kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, komite sekolah, orang tua, LSM, alumni dan masyarakat sekitar sekolah. Ketentuan ini dengan menggunakan criterion-based selection (seleksi berdasarkan kriteria) yang sering disebut purposive sampling. Subjek yang dijadikan sampel penelitian dianggap mengetahui pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah pada SMP Labschool Jakarta. Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka informasi yang bisa digali dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mendapatkan data tentang pandangan, visi, misi, sistem pendidikan, program pengembangan pendidikan agama, dan program budaya sekolah SMP Labschool Jakarta, sumber datanya adalah penggerak pendidikan SMP Labschool Jakarta itu sendiri, yaitu kepala sekolah, dewan guru, komite sekolah, institusi keagamaan dan LSM, masyarakat sekitar sekolah, alumni, dan pemerintah.
- Untuk mendapatkan data tentang alasan mengapa faktor-faktor yang mempengaruhi budaya sekolah dalam pengembangan agama diterapkan di SMP Labschool Jakarta, sumber datanya adalah para pengelola SMP Labschool Jakarta itu sendiri, yaitu kepala sekolah, dewan guru, komite sekolah, institusi keagamaan dan LSM, masyarakat sekitar sekolah, alumni, pemerintah, dan dokumentasi.
Di dalam memperdalam fokus penelitian tersebut, peneliti menggunakan teknik snow ball (bola salju) yakni teknik penentuan sample dengan jumlah kecil kemudian membesar. Dengan teknik ini, peneliti mencari informasi sedikit demi sedikit, lama-lama semakin mendalam. Dengan kata lain, peneliti berusaha menggali data tentang faktor-faktor pelaksanaan pengembangan pendidikan agama berbasis budaya sekolah pada SMP Labschool Jakarta secara tahap demi tahap, yakni dari sumber yang kecil (informan kunci) sampai sumber yang cukup banyak (informasi lain) yang telah ditunjuk atau dianggap mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah
- c. Dokumen
Dokumentasi dalam penelitian ini merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang berhubungan dengan fokus permasalahan penelitian. Dokumen-dokumen tersebut adalah: dokumen pribadi, dokumen resmi, referensi-referensi, foto-foto, dan rekaman kaset. Adapun manfaat data dokumentasi bagi peneliti yaitu untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan jawaban dari fokus permasalahan peneltian.[68] Hal tersebut meliputi informasi tertulis mengenai kurikulum, silabi pendidikan agama, surat-surat penting, hasil-hasil penelitian, buku-buku sumber, makalah, artikel dan buku-buku yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di sekolah umum..
- 3. Teknik pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai berikut:
- a. Pengamatan berperan serta.[69]
Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan situasi umum sekolah, seperti kegiatan (aktivitas) kepala sekolah, sekretariat, kegiatan guru dan siswa, tanggapan, dukungan, bantuan masyarakat terhadap sekolah, program-program yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di SMP Labschool Jakarta.
Metode ini dapat digunakan untuk memahami berbagai aspek pependidikan agama pada SMP Labschool Jakarta secara kualitatif agar memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah, peneliti melakukan observasi dengan melibatkan diri secara aktif pada aktivitas yang dilakukan kepala sekolah, guru dan karyawan, siswa, komite sekolah serta masyarakat. Dengan demikian, peneliti dapat mengamati secara langsung aktivitas dan interaksi di antara kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa serta masyarakat dalam pelaksanaan pengembangan pendidikan agama berbasis budaya sekolah di SMP Labschool Jakarta. Hal ini dilakukan selama 4 (empat) bulan dengan mengamati perilaku tenaga kependidikan, interaksi antar tenaga kependidikan dengan peserta didik, pelaksanaan proses pembelajaran, evaluasi, dan kehidupan di luar jam pembelajaran. Peneliti selama melakukan pengamatan berperan serta, merekam seluruh kejadian, baik kejadian melalui pita rekaman, maupun melalui catatan lapangan. Selanjutnya, hasil rekaman melalui pita rekaman tersebut, dituangkan ke dalam bentuk transkrip untuk memudahkan pelaksanaan analisis data. Pengamatan berperanserta akan diakhiri setelah peneliti menemukan adanya konsistensi pemunculan data dan bukti-bukti pendukung data penelitian.
- b. Wawancara
Wawancara ini dilengkapi dengan rekaman untuk mengetahui informasi secara lebih detail dan mendalam dari informan sehubungan dengan fokus masalah yang diteliti. Dari hasil wawancara akan diperoleh respon atas penelitian yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah. Hal tersebut berguna untuk membantu peneliti dalam memokuskan masalah yang diteliti dibuat pedoman wawancara dan pengamatan.
Peneliti melakukan pengamatan dan wawancara dalam penelitian ini, dengan menjaga hubungan baik dan suasana santai, sehingga dapat muncul kesempatan timbulnya respon terbuka dan cukup bagi peneliti untuk memperhatikan dan mengumpulkan data-data mengenai dimensi dan topik yang tak terduga. Peneliti dalam hal ini, membagi wawancara ke dalam dua kategori, yaitu wawancara terstruktur dan tak terstruktur. Wawancara terstruktur diperlukan secara khusus bagi informan terpilih, yaitu kepala sekolah, para guru, karyawan atau TU yang memiliki informasi keahlian yang berkaitan dengan latar belakang, visi, misi, program pendidikan, dan program budaya sekolah, faktor-faktor yang mempengaruhi baik faktor penentu, penunjang, dan penggerak dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di SMP Labschool Jakarta.
- c. Kajian dokumentasi dan pustaka
Dokumen untuk penelitian menurut Guba dan Lincoln sebagaimana dikutip oleh Alwasilah, digunakan karena dokumen merupakan sumber data stabil, kaya dan mendorong, berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian, sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang alamiah sesuai konteks, lahir dan berada dalam konteks., mudah ditemukan karena tidak reaktif, hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.[70]
Langkah ini meliputi informasi tertulis yang berkenaaan dengan kurikulum dan silabi pendidikan agama, surat-surat penting, hasil-hasil penelitian, buku-buku sumber, makalah, artikel dan buku-buku yang bertujuan untuk menggali dan memperdalam informasi yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah terhadap pembentukkan karakter siswa.
- 4. Teknik Analisis Data Penelitian
Semua data yang terdiri dari catatan lapangan, komentar peneliti, gambar, foto, dokumen yang berupa pengamatan, wawancara, laporan, biografi, artikel.[71] Adapun analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan unitisasi data, kategorisasi data, dan Interpretasi data.
- 5. Pemeriksaan Keabsahan Data
- a. Ketekunan pengamatan
Meningkatkan ketekunan, seperti yang dijelaskan Sugiyono, dalam bukunya Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan, sehingga kepastian dan urutan peristiwa dapat direkam secara pasti dan sistimatis. Melalui hal tersebut, peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Hal ini dilakukan dengan membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan temuan yang diteliti.[72] Teknik pemeriksaan keabsahan data ini, dilakukan dengan melakukan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan pengembangan pendidikan agama di sekolah umum, faktor-faktor yang mempengaruhi budaya sekolah secara tekun, rinci, dan berkesinambungan. Hal ini, sejalan dengan siklus penelitian yang menerapkan antara pengumpulan dan analisis data dilakukan secara bersama-sama.
- b. Trianggulasi
Teknik yang digunakan dalam trianggulasi ini, yaitu membandingkan antara hasil wawancara dengan hasil observasi, antara ucapan sumber data di depan umum dengan ketika sendirian secara informal, antara hasil wawancara dengan dokumen yang diperoleh, antara kata orang dengan kata yang bersangkutan dan antara keadaan dengan perspektif manusia.[73]
- c. Kecukupan referensi
Cara lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan keabsahan data penelitian adalah melalui referensi data yang memadai. Hal ini dapat dilakukan, melalui teknik membuat catatan lapangan,[74]membuat transkrip pengamatan berperan serta, mengumpulkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk memperkuat hasil pengamatan.
- d. Uraian rinci
Peneliti membuat uraian rinci untuk membangun keteralihan dalam penelitian. Hal tersebut dilakukan dengan jalan melaporkan hasil penelitian dengan uraian yang teliti dan cermat serta mengacu pada kajian penelitian sehingga dapat digambarkan konteks penelitian yang dilaksanakan, dan disusun berdasarkan data dengan apa adanya sesuai yang terjadi di lapangan. Apabila uraian rinci yang disertai analisis kritis telah selesai, kemudian disimpulkan sesuai dengan perumusan masalah dalam bab I
- 6. Tahap-tahap Penelitian
- a. Membangun kerangka konseptual
Kerangka konseptual merupakan peta mental yang dijadikan oleh peneliti sebagai pedoman untuk memasuki lapangan penelitian. Peta mental dibangun oleh peneliti adalah didasarkan pada elemen-elemen yang ada dalam suatu situasi sosial, yaitu adanya pelaku, tempat, kegiatan sosial dan teknik yang dilakukan oleh para pelaku dalam melakukan kegiatan sosial.
- b. Memilih situasi sosial
SMP Labschool Jakarta, merupakan situasi sosial yang dijadikan latar penelitian ini. Alasan-alasan yang mendasari pemilihan tersebut adalah karena sekolah ini memenuhi syarat-syarat pokok sebagai latar penelitian yaitu, adanya tempat untuk melaksanakan proses kegiatan, adanya para pelaku proses kegiatan, adanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berulang-ulang. Syarat-syarat lain yang mendukung pemilihan sekolah tersebut adalah; kesederhanaan, dapat dimasuki, mempunyai izin penelitian, tidak mengganggu proses pembelajaran, dan selanjutnya pemilihan tersebut berdasarkan minat dan keinginan peneliti.
- c. Memasuki latar penelitian
Setelah peneliti melakukan pemilihan situasi sosial yang akan dijadikan latar penelitian, selanjutnya adalah memasuki latar penelitian. Selanjutnya peneliti mengajukan permohonan izin resmi kepada kepala sekolah yang menjadi penanggung jawab objek penelitian.
Adapun ruang lingkup penelitian difokuskan pada faktor-faktor penentu, penunjang, dan penggerak yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah. Instrumen penentu pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama adalah dengan menetapkan pemahaman, sikap, dan perilaku warga sekolah terhadap filosofi pembangunan mental-moral, nilai-nilai karakter, perencanaan, proses, penilaian dan indikator keberhasilan yang masing-masing memiliki tujuan yang spesifik. dan faktor penunjang yang meliputi pandangan sekolah, visi, misi, sistem pendidikan, program budaya sekolah, dan faktor penggerak proses pendidikan yang meliputi; kepala sekolah, dewan guru, komite sekolah, institusi keagamaan dan LSM, masyarakat sekitar sekolah, alumni, dan pemerintah. Untuk mempermudah pemahaman dari masing-masing ruang lingkup penelitian, maka disajikan tabel 1 di dalam lampiran. Data yang sudah diperoleh disajikan pada beberapa aspek mengenai sumber dan teknik pengumpulan data analisis kualitatif hasil temuan, seperti disajikan pada tabel 2 di dalam lampiran. Aspek-aspek dalam matrix tersebut dimaksudkan sebagai pedoman penelitian di lapangan, yang tentu saja dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi lokasi penelitian, karena konsep yang disusun di atas meja sebelum ke lapangan terkadang berbeda dengan realitas yang terjadi di lapangan.
- F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini dituangkan dalam bentuk disertasi dengan sistematika yang memuat keutuhan pembahasan. Uraian rancangan disertasi ini terdiri dari enam Bab, yaitu:
Bab pertama, merupakan pendahuluan, sebagai pendahuluan dikemukakan memuat penjelasan mengenai latar belakang penelitian, memuat identifikasi masalah yang perlu dipecahkan mengenai bagaimana penetapan, penerapan dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di SMP Labschool Jakarta. Selanjutnya penjelasan mengenai sasaran, maka selanjutnya diuraikan tentang rumusan dan pembatasan masalah penelitian, memuat pula tujuan dan manfaat penelitian. Untuk menghindari duplikasi dan tetap orginal penelitian ini, diuraikan pula hasil penelitian terdahulu yang relevan. Penelitian dengan menggunakan metode ilmiah adalah syarat mutlak memperoleh ilmu pengetahuan yang dibangun atas dasar teori tertentu. Metode penelitian ini terdiri dari atas jenis dan pendekatan metode penelitian yang menjadi dasar untuk mengkaji berbagai masalah yang ada, yaitu, sumber data yang menjadi rujukan pokok dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data, analisis data, pemeriksaan keabsahan data, dan sistimatika pembahasan.
Bab kedua, berisi perdebatan pengembangan pendidikan agama melalui budaya sekolah, penulis ingin menganalisa tentang teori-teori tentang hal tersebut. Dengan demikian pada bab kedua mengkaji pertama, dialektika konsep dan teori pembentukkan karakter dan pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah, kedua, gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah.
Bab ketiga adalah implementasi dan analisis penetapan, penerapan faktor-faktor penentu apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah terdiri dari enam sub bab, yaitu pertama, pemahaman, sikap, dan perilaku warga sekolah terhadap filosofi pembangunan mental-moral siswa sebagai generasi muda yang berkarakter, kedua, nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam pendidikan agama, ketiga, perencanaan pembentukkan karakter dalam pendidikan agama, keempat, proses pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama, kelima, penilaian dan indikator keberhasilan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama.
Bab keempat adalah implementasi dan analisis penetapan, penerapan faktor-faktor penunjang apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah terdiri dari tiga sub bab, yaitu pertama pandangan, visi, misi, dan tujuan sekolah memperjelas arah pembentukkan karakter, kedua, sinergi kegiatan ekstrakurikuler untuk pembentukkan karakter, ketiga, program budaya sekolah dan penciptaan sekolah yang mencerminkan karakter.
Bab kelima adalah implementasi dan analisis penetapan, penerapan faktor-faktor penggerak apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah terdiri dari enam sub bab, yaitu pertama profil penggerak pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama, kedua, pola interaksi penggerak pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama, ketiga, peran penggerak pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama.
Bab keenam, penutup, dalam hal ini berisikan kesimpulan dan saran.
Lampiran 1
Tabel 1
Matrik Ruang Lingkup Penelitian
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah |
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah |
|
Tentang pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah dan pembentukkan karakter siswa. |
|
1. Visi sekolah terhadap pengembangan
pendidikan agama 2. Visi sekolah terhadap budaya sekolah 3. Visi sekolah terhadap pembentukkan karakter siswa |
|
pendidikan agama
karakter siswa |
|
|
1. Budaya keagamaan (religi)
2 .Budaya kerjasama (team work) 3. Budaya kepemimpinan (leadership) |
|
|
A. Konsep
1. Pemahaman, sikap, dan perilaku warga sekolah terhadap karakter siswa 2.Filosofi pembangunan mental-moral siswa sebagai generasi muda |
B. Prinsip
1. Keberlanjutan pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah 2.Pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah terintegrasi melalui semua mata pelajaran 3. Nilai agama sebagai budaya sekolah tidak diajarkan tapi dikembangkan
|
|
3. Evaluasi hasil belajar pendidikan agama sebagai budaya sekolah
4. Indikator keberhasilan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di kelas dan sekolah |
|
B. Pendekatan
1. Pendekatan among 2. Pendekatan kekeluargaan dan sosial kemasyarakatan 3. Pendekatan keterampilan proses 4. Pendekatan pengalaman 5. Pendekatan pembiasaan 6. Pendekatan rasional 7. Pendekatan fungsional 8. Humanistik Religius 9. Rasional Kritis 10. Kultural 12.Relevansi Epistemologi 13. Psikologis 14. Moral-Sosial |
|
|
|
|
|
Lampiran 2
Tabel 2
Sumber dan Teknik Pengumpulan data,
Analisis Kualitatif Hasil Temuan
Sumber data
Teknik pengumpulan data |
Analisis kualitatif hasil penelitian |
|
DAFTAR PUSTAKA
Abreu, J. L. y M. Badii, “Ethical Leadership Based on Zoroastrian Values,” International Journal of Good Conscience. 1 (1): 9a-20a. March– September 2006. ISSN 1870-557X
Abu Sulayman, Abdul Hamid, The Crisis in the Muslim Mind. International Institute of Islamic Thought (Herndon, 1993)
Adams, Howard A, “Effective Transformation Teams: The influence of Values and Transformational Leadership.” EDAMBA, paper Advanced stages stream. July 2009
Adams,, dkk., Leadership Attitudes and Beliefs of Incoming First-Year College Students. Journal of Leadership Education. Valume 9, Issue 1, Winter, p 1-15. ISSN 1552-9045, 2010.
Aga Khan IV, “Keynote Address at Commonwealth Press Union Conference in South Africa,” The Ismaili, Canada (March 1997)
Agus Maimun, Abdul Mukti Bisri, dan Hasanudin, Profil Pendidikan Agama Islam (PAI) Model Sekolah Umum Tingkat Dasar(Jakarta: Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah dan Pendidikan Umum Proyek Pemberdayaan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Pada Madrasah dan PAI pada Sekolah Umum Tingkat Dasar, 2003)
Ainley, J. & Fleming, M., “Five Years On: Literacy Advance in the Primary Years.” A report from the literacy advance research project to the catholic education commission of Victoria (East Melbourne: Catholic Education Commission of Victoria, 2004)
Ainley, J., Batten, M., Collins, C. & Withers, G. Schools and the social development of young Australians (Camberwell: ACER, 1998)
Ainley, M, Corrigan, M, Richardson, N (in press), “Students, tasks and emotions: Identifying the contribution of emotions to students reading of popular culture and popular science texts,” Learning and Instruction.
Ainley, M., & Armatas, C. (in press), “Motivational perspectives on students responses to learning in virtual environments,” In J. Weiss, J. Nolen & P. Trifonas, (ed.) International handbook of virtual learning environment, Kluwer.
Ainley, M., “Styles of engagement with learning: Multidimensional assessment of their relationship with strategy use and school achievement.” Journal of Educational Psychology, 85(3), 395-405, 1993
Akbar S. Ahmed, “Media Mongols at the Gates of Baghdad: The West’s Domination of the Media-Civilizations at Odds,” New Perspectives Quarterly 10/3 (June 1993)
Alexey, Kudryavtsev., Marianne, Krasny., Sitawi, Jahi., Marina Doroshenko., Nadezda Usova (2010) Communication across continents: Integrating local and global understanding in ESD. USA. Cornell University
Alvin Toffler, Future Shock (New York: Random House, 1970)
Alwasilah, Chaidar. Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melaksanakan Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kiblat Buku Utama, 2002)
Amarji Kaur (2004) Crossing Frontiers: Race, Migration and Border Control in Southeast Asia.International Journal on Multicultural Societies (IJMS), Vol. 6, No. 2, 2004, 202 – 223 ISSN 1817-4574
Ananthamurthy, U.R, “Integration of Culture Education in The School Curriculum,” A Report Committee of Central Advisory Board of Education Ministry of Human ResourceDevelopment Government of India, 2005
Anas Sudijono, Strategi Evaluasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Ranah Afektif (Kajian Mikro Kurikulum Sekolah Umum Tahun 1994) dalam Antologi Studi Islam Teori dan Metodologi. Edit. M. Amin Abdullah, dkk.(Yogyakarta: DIP PTA IAIN Sunan Kalijaga, 2000)
Andrei, Marga, “Ethics and Values in Higher Education in the Era of Globalisation: WhatRole for the Disciplines?” Vilnius, Lithuania. Mykolas Romeris University. InternationalConference, 24-26 June, 2010
Ari L. Goldman, The Search for God at Harvard (New York: Random House, 1991)
As’ad, M, Psikologi Industri. Edisi kelima, Cetakan Kelima (Yogyakarta: Liberty, 1998)
Aswandi, Kepemimpinan Berbasis Nilai. http://www.google.com/ (2 Januari 2010)
Atho Mudzhar, “Pendidikan Agama Belum Capai Tujuan,” Tempo, 24 Nopember 2004.
Awad, Elias M., System Analyziz and Design, (Illinois: Richard D. Irwin, Homewood, 1979)
Aziz Al-Azmeh, Islam and Modernities (London: Verso, 1993)
Badri, Malik. , The Dilemma of Muslim Psychologists, (Muslim Information Center. UK. 1979)
Bakri, M. (ed). Metodologi Penelitian Kualitatif, Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Malang: Lemlit Universitas Islam Malang: 2006)
Basri, Ghazali, (ed) An Integrated Education System in a Multi-Faith and Multi-Cultural Country (Kuala Lumpur Malaysia: Muslim Youth Movement of Malaysia, 1991)
Batten, M. & Girling-Butcher, S., Perceptions of the quality of school life: A case study of schools and students (Hawthorn: ACER.,1981)
Beatty, Brenda R., “The emotions of educational leadership: breaking the silence. “International Journal Leadership In Education, Vol 3 No 4, ISSN 1360-3124, 2000.
Bennis, Warrem & Robert Townsend (1998). Reinventing Leadership: menciptakan kembaliKepemimpinan. Terjemahan. Batam: Internasional
Bernadin, H. John & Russel, E.A Human Resources Management, An Experiental Approach (Mc Graw Hill International Editions, Mac Graw Hill Book Co. Singapore, 1997)
Bertens, K, Perspektif Etika, Esai-Esai tentang Masalah Aktual (Bandung: Kanisius, 2004).
Blanchard The Heart of A Leader (Jakarta: Gramedia, 2001).
Bradley V. Balch, Pamela Frampton, Marilyn A. Hirth, Preparing A Professional Portfolio: A School Administrator’s Guide, Volume 1 (University of Virginia: Pearson/Allyn and Bacon, 2006)
Brennan R. Hill, Key Dimensions of Religious Education (America: Saint Mary’s Press, 1988)
Budiyono, Kabul Nilai-Nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa Indonesia. (Bandung : Alfabeta, 2007).
Burt, Nanus, Visionary Leadership (Jakarta: Gramedia, 2001).
Calderón, M. “Curricula and Methodologies Used to Teach Spanish-Speaking Limited English Proficient Students to Read English.” In R. Slavin and M. Calderón (ed) Effective Programs for Latino Students (Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, 2001)
Caroline H. Liu, Transactional, Transformational, Transcendental Leadership: Motivation Effectiveness and Measurement of Transcendental Leadership. School of Policy, Planning, and Development University of Southern California Los Angeles, California USA. Workshop Six: Ethical Leadership in the Context of Globalization, 2007)
Charlotte Allen, “Is Nothing Sacred?” Lingua Franca 6/7 (November 1996)
Cheng, Yin Cheong, “Profiles of Organizational Culture and Effective Schools.” School Effectiveness and School Improvement 4, 2 (1993)
Cherrington, David J (2000) Organizational Behaviour, The Management of Individual and organization Performance; Boston, London, Toronto, Sedney, Tokyo, Singapore Brigham Young University, Allyn and Bacon;
Christina A. Fraley, School Cultures and Their Correlations with Student Achievement: An Analysis Of Schools That Have Improved (Indiana State University: 2007)
Cicih Sutarsih, dkk. , Petunjuk Pelaksanaan Implementasi Pendidikan Berbasis Masyarakat di Jawa Barat (Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2009)
Cited by Elizabeth Kamarck Minnich, “Resisting Reality: Critique and Creativity,” Religious Studies News: Spotlight on Teaching 2/2 (September 1994)
Covington, M.V. Goal theory, motivation and school achievement: An integrative review. Annual Review of Psychology, 51, 171-200. (2002).
Crippen, Carolyn (2005) The Democratic School: First to serve, then to lead. Canadian Journal of Educational Administration and Policy, Issue #47, December 5, 2005.
Csikszentmihalyi, C. Flow: The psychology of optimal experience. (New York: Harper & Row., 1990).
Cummins, J. Negotiating Identities: Education for Empowerment in a Diverse Society. (Ontario, CA: California Association for Bilingual Education, 1996)
Cushner, K., Human Diversity in Action (Boston: McGraw-Hill College, 1999)
Darling-Hamond, L., French, J. & García-López, S. (2002) Learning to Teach for Social Justice. New York, NY: Teachers College Press.
Deal, Terrence E, Kent D. Peterson, The Principal’s Role in Shaping School Culture. ED325 914 (Washington D.C: Office of Educational Research and Improvement, 1990), 122.
Deal, Terrence E, The Culture of Schools In Educational Leadership and School Culture, edited by Marshall Sashkin and Herbert J. Walberg. Berkeley, California: McCutchan Publishing, 1993.
Delors, J., Learning: The treasure within. Report to UNESCO of the International Commission on education for the twenty-first century (Paris: UNESCO, 1996)
Desi Susanti, “Budaya Sekolah Efektif (Studi Etnografi Di SMA Negeri 1 Surakarta),” (Tesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2006)Karmidah, “Budaya Sekolah Pada SMP Berprestasi (Studi Kasus: Pola Interaksi Pemangku Kepentingan dan Terbentuknya Budaya Sekolah Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri I Piyungan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta)”, (Tesis Universitas Indonesia, Jakarta, 2007)
Devlin, Joseph, A Dictionary of Synonyms and Antonyms, Angkasa : Bandung, 1961.
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.2007. Pengembangan Budaya dan Iklim Pembelajaran di Sekolah (materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah). Jakarta
Doni Kusuma A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Jakarta: PT. Grasindo, 2010)
Douglas J. Fiore, Creating Connections For Better School How Leaders Enhance School Culture (New York: Eye On Education, 2001)
Elizabeth Newman, “Teaching Religion and Science: The Challenge of Developing a New Conceptual Landscape,” Religious Studies News: Spotlight on Teaching 4/1 (February 1996)
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif & Kuantitatif Korelasional Eksperimen Ex Post Fakto Etnografi Grounded Theory Action Research(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010)
Erfan, Niaz, Zahid, and A Valie. Recommendations of The Four World Conferences On Islamic Education: Education And The Muslim World: Challenge And Response. (Institute of Policy Studies Islamabad. Pakistan. 1995).
Fakhry, Majid. Philosophy And Dogma In Islam And The Impact Of Greek Thought (Aldershot. UK: Variorum, 1994)
Fauzan, “Dilema Baru Pendidikan Islam Pasca Otonomi Daerah”, dalam Komaruddin Hidayat,dkk., Mimbar Jurnal Agama dan Budaya Volume 24,No.4 ( Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2007)
Felner, R. D, Jackson, A. W., Kasak, D., Mulhall, P., Brand, S., & Flowers, N. The impact of school reform for the middle years: Longitudinal study of a network engaged in Turning Points-based comprehensive school transformation, Phi Delta Kappan, 78 (7) (1997).
Finann, C. Implementating school reform models: Whay is it to hard for some schools and easy for others? Paper senteed at the meeting of the American Educational Research Assocation No. ED446356. (New Orleans: ERIC document Reproduction Service, 2000)
Firman Robiansyah, “Integrasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pembinaan Akhlak Siswa (Studi Kasus di SD Peradaban Serang) (Thesis UPI Bandung, 2009).
Fraenkel, Jack R, How to Teach abaout Velues: An Analytical Aprroach (New Jersey: Prentice Hall, 1977)
Frank Whaling, ed., Theory and Method in Religious Studies (New York: Mouton de Gruyter, 1995), 5.
Frederics, J. A, Blumenfeld, P. C., & Paris, A. H., “Student engagement: potential of the concept, state of the evidence.” Review of Educational Research, 74(1) (2004)
Frydenberg, E. (1997). Adolescent coping: Theoretical and research perspectives. London: Routledge.
Fullan, Michael G. “Visions That Blind,” dalam Educational Leadership 49, 5 EJ439 278 (February 1992)
Fullarton, S., Student engagement with school: Individual and school-level influences (LSAY Research Report No. 27). (Camberwell: ACER, 2002).
Furtwengler, Willis J., Anita Micich. “Seeing What We Think: Symbols of School Culture.” Paper presented at the annual meeting of the American Educational Research Association 16 ED335 754 (Chicago, 1991).
Fyans, Leslie J., Jr., Martin L. Maehr. School Culture, Student Ethnicity, and Motivation ED327 947 (Urbana, Illinois: The National Center for School Leadership, 1990), 29
Geertz, Clifford, The Interpretation of Cultures (New York: Basic Books: 1973) 470
Genesee, F. Educating Second Language Children: The Whole Child, the Whole Curriculum, The Whole Community (Cambridge, MA: Cambridge University Press, 1994)
George M. Marsden, The Soul of the American University: From Protestant Establishment to Established Nonbelief (Oxford: Oxford University Press, 1993).
Gill Jones, Youth (Canbridge: Polity Press, 2009)
Glatthorn Alan A., Curriculum Leadership (Illionis: Scott Foresman and Company, 1987)
Gulo, W, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Grasindo, 2002)
H. A. R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2009)
Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan Dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005)
Hallinger, P., Heck, R.H, “Exploring the principal’s contribution to school effectiveness: 1980-1995.” School Effectiveness and School Improvement, 9(2) (1998)
Heckman, Paul E. “School Restructuring in Practice: Reckoning with the Culture of School.” International Journal of Educational Reform 2, 3 (July 1993)
Henze, R. Leading for Diversity: How School Leaders Can Improve Interethnic Relations. (Santa Cruz, CA: Center for Research on Education, Diversity and Excellence, 2001)
Hilda Taba, Curriculum Development Theory and Practice (New York: Hartcourt Brace and World, 1962)
Hill, P.W, Rowe, K.J, Holmes Smith, P, Russell, V.J. “The Victorian Quality Schools Project: A study of school and teacher effectiveness.” Report to the Australian Research Council, volume 1 Centre for Applied Educational Research, Faculty of Education, (Melbourne: The University of Melbourne, 1996)
Hollins, E. (1996). Culture in school learning: Revealing the deep meaning, New Jersey Lawrence Erlbaum Assocates.
Hugh Hewitt, Searching for God in America (Dallas: Word Publishing, 1996).
Husni Rahim at.al., Kendali mutu Pendidikan Agama Islam,(Jakarta : Departemen Agama RI, 2001)
Ishmael Reed, “America: The Multinational Society,” in Multi-Cultural Literacy: Opening the American Mind, ed. Rick Simonson and Scott Walker (Saint Paul, Minn.: Graywolf Press, 1988)
Ivan Reid, The Sociology of School and Education (Fontana Press, 1978)
Jacob Neusner, ed., World Religions in America: An Introduction (Louisville: John Knox Press, 1994)
James P. Spradley, Anthropology, the Cultural Perspective (Wiley, 1980)
Jeanne Ellis Omrod, Human Learning (New Jersery: Person Education Upper Sadle rolan, 2004)
Joshua Mitchell, “Of Answers Ruled Out: Religion in Academic Life,” Academe 82/6 (November–December 1996)
Judith A. Berling, “Is Conversation about Religion Possible?” Journal of the American Academy of Religion 61/1 (Spring 1993)
Kagan, S., Cooperative Learning (San Clemente, CA: Kagan Publishing, 1997)
Keefe, James W. “Leadership for School Restructuring–Redesigning Your School.” High School Magazine 1, 2 (December 1993)
Kent. D. Peterson,Terrece. E. Deal, Shaping School Culture,Pitfalls,Paradoxs & Promises, (Sun Fransisco, USA : Jossey Bass A. Willay Imprint.www.josseybass, 2009)
Khan, M. Wasiullah, Education and Society in The Muslim World, Islamic Education Series (Hodder And Stoughton/King Abdul Aziz University, Jeddah, 1981)
Kirsch. I, De Jong, J. Lafontaine, D, Mc. Queen, J., Mendelovits, J., & Monseur, C. Reading for change: Performance and engagement across countries. Results from PISA 2000 (Paris: OECD, 2002)
Lee, E., Merkart. D, Okasawa-Rey, M. (Eds.), Beyond Heroes and Holidays: a Practical Guide to K-12 Anti-Racist, Multicultural Education and Staff Development (Washington, DC: Network of Educators on the Americas, 1998)
M. Robert Gardner, On Trying to Teach: The Mind in Correspondence (London: Analytic Press, 1994)
Mansyur Ramly, Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa Pedoman Sekolah (Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010)
Marianne Williamson, Illuminata: Thoughts, Prayers, Rites of Passage (New York: Random House, 1994)
Marks, H. M. Student engagement in instructional activity: Patterns in elementary, middle, and high school years. American Educational Research Journal, 37(1) (2000)
Martin E. Marty, “You Get to Teach and Study Religion,” Academe 82/6 (November–December, 1996)
Martin Hammersley and Peter Woods, Lifes in School: The Sociology of Pupil Culture (1984)
Martin, A. J., Boys and motivation. The Australian Educational Researcher, 30 (3) (2003)
McGaw, B., Piper, K., Banks, D., & Evans, B., Making schools more effective. (Hawthorn: ACER, 1992)
Meece, J. L., Holt, K, A pattern analysis of students’ achievement goals. Journal of Educational Psychology, 85(4) (1993)
Meltzer, J. and Hamann, E.T. “Focus on Motivation and Engagement for English Learners,” Providence, RI: Education Alliance Northeast and Islands Regional Education (Lab. Brown University, 2004)
Ministerial Council on Education, Employment, Training and Youth Affairs, The Adelaide declaration on national goals for schooling in the twenty-first century (Carlton: Curriculum Corporation, 1999).
Mochtar Buchori, “Posisi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Umum.” Makalah, pada Seminar Nasional di IKIP Malang, 24 Februari 1992. Lihat dalam Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran(Bandung: Mizan, 1995)
Moerdiyanto, “Potret Kultur Sekolah Menengah Atas: Tantangan Dan Peluang”, Jurnal Cakrawala Pendidikan, FISE Universitas Negeri Yogyakarta, 2007.
Mohammad Ali, Penelitian Kependidikan Prosedur & Strategi, (Bandung : Penerbit Angkas, 1987)
Moloeng Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001)
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2006)
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islamdi Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009)
Muhammad Hamid al-Nasir al-Khaulah Abd al-Qadir Darwish, Tarbiyah al-At}fal fi Rih}ab al-Islam f I al-Bayt wa al-Raudah (Jeddah: Maktabah al-Sawadi, 1994)
Murray Print, Curriculum Development and Design (St. Leonard: Allen & Unwin Pty, Ltd., 1993)
Muslehuddin, Muhammad. Islamic Education; Its Forms and Features (Islamic Research Institute: Islamabad, 1983)
Nasution Harun, dkk., dalam (ed) Saiful Mujani dan Arif Subhan, Pendidikan Agama Dalam Perspektif Agama-agama (Jakarta : Konsorsium Pendidikan Agama Di Perguruan Tinggi Umum, 1995)
Neil Postman, Charles Weingartner, Teaching as a Subversive Activity (New York: Dell, 1969)
Newmann, F. M, Wehlage, G. G, Lamborn, S. D, The significance and sources of student engagement, in F. M. Newmann (ed.), Student Engagement And Achievement In American Schools (New York: Teachers College Press, 1992)
Newmann, F. M. and Associates (Eds.). Authentic achievement: Restructuring Schools for Intellectual Quality. (San Francisco: Jossey-Bass, 1996).
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998)
Nieto, S. (1999) “Creating Learning Communities: Implications for Multicultural Education,” The Light in Their Eyes. New York, NY: Columbia University Teachers College Press.
Nieto, S., Affirming Diversity: The Sociopolitical contexts of Multicultural Education (Boston: Allyn Bacon, 2003)
Noeng Muhadjir, Metodologi Keilmuan Paradigma kualitatif, dan Mixed, edisi V (Revisi) (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007),
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009)
Olsen, L. et al. And Still We Speak Stories of Communities Sustaining and Reclaiming Language and Culture. (Oakland, CA: California Tomorrow, 2001)
Omar Muhammad al-Toumi al-Saibani, Tarbiyah al-Islamiyah (Tripoli: al-Sirkah al-‘Ammah li al-Nasr wa al-Tawzi’al- I’lan, t.t)
O’Neil, J., Finding Time to Learn, Educational Leadership, 53(3) (1995), 11-15.
Peña, R., “Cultural Differences and the Construction of Meaning: Implications for the Leadership and Organizational Context of Schools.” Educational Policy Analysis Archives, 5(10) (Tempe, AZ: Arizona State University of Education, 1997)
Peterson, C., Maier, S. F., Seligman, M. E. P., Learned helplessness: A Theory for the Age of Personal Control (Oxford: Oxford University Press, 1993)
Prior, M., Sanson, A., Smart, D., & Oberklaid, F., Pathways from Infancy to Adolescence: Australian Temperament Project 1983 – 2000. (Melbourne: Australian Institute of Family Studies, 2001)
Rasdianah, “Butir-butir Pengarahan Dirjen Binbaga Islam,” pada Pelatihan Peningkatan Wawasan Ilmu Pengetahuan dan Kependidikan Bagi Dosen PAI di Perguruan Tinggi Umum. Bandung, 11 Desember 1995.
Resnick, M. D., Bearman, P. S., Blum, R. W., Bauman, K. E., Harris, K. M., Jones, J., Tabor, J., Beuhring, T., Sieving, R. E., Shew, M., Ireland, M., Bearinger, L. H., & Udry, J. R. “Protecting adolescents from harm: Findings from the National Longitudinal Study on Adolescent Health.” Journal of the American Medical Association, 278 (10) (1997), 823-832.
Richard Olson, Science Deified and Science Defied: The Historical Significance of Science in Western Culture, from the Bronze Age to the Beginnings of the Modern Era (Berkeley: University of California Press, 1982), 5.
Robert Jackson, Rethinking Religious Education and Plurality Issues in Diversity and Pedagogy (New York: RoutledgeFalmer, 2004)
Robert Jakson, Rethinking Religious Education and Plurality Issues in Diversity and Pedagogy (New York: RoutledgeFalmer, 2004)
Robins, K.N., Lindsey, D.B., Terrell, R.D. (2002) Culturally Proficient Instruction, Corwin Press. 1. William Scott Green, “Religion within the Limits,” Academe 82/6 (November–December 1996): 28.
Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta, : Rajawali Pers, 2009)
Russell, J, with Mackay A. & Jane, G (2003). Messages from the Myrad: Improving the middle years of schooling. Jolimont, Melbourne: IARTV.
Sa’id Agil Husein Al-Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’an Dalam Sistem Pendidikan Islam ( Jakarta: Ciputat Press, 2003)
Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (New York: Simon & Schuster, 1996).
Satiajayanti, “Budaya Sekolah Di Madrasah Aliyah Negeri 2 Pekalongan” (Tesis Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005)
School of Education, University of Queensland. The Queensland School Reform Longitudinal Study (Brisbane: Education Queensland, 2001)
Senge, Peter M. “The Leader’s New Work: Building Learning Organizations.” Sloan Management Review (Fall 1990): 7-23.
Shrode, William, Dan Voich, Organization and Managmenet; Basic Systems Concepts (Malaysa: Irwin Book, Co., 1974)
Siddiqi, Mazheruddin. Modern Reformist Thought In The Muslim World (Islamic Research Institute. Islamabad, 1982)
Sidi Ghazalba. Pemikiran dan Penafsiran Kembali Ajaran Hakikat dan Masalah Islam (Jakarta: Dep. PTIP, 1964)
Silins, H, Mulford, W., “Schools as learning organisations: The case for system, teacher and student learning.” Journal of Educational Administration, 40 (4/5) (2002), 425-446.
Skinner, E. A. & Belmont, M. J., “Motivation in the classroom: Reciprocal effects of teacher behavior and student engagement across the school year.” Journal of Educational Psychology, 85 (4) (1993), 571-581.
Soejatmoko, Pengaruh Pendidikan Agama Terhadap Kehidupan social, makalah, disajikan pada Seminar Pendidikan Agama dan Sistem Pendidikan Bangsa, Jakarta 28-31 Januari 1976.
Stephen D. Crites, Ed, The major: A Report (Atlanta: American Academy of Religion, 1990), 9.
Stephen J. Farenga, Daniel Ness, Encyclopedia of Education And Human Development, Volume 2 M.E. Sharpe, 2005
Stiggins, R. J, Assessment, Student Confidence, and School Success (Phi Delta Kappan, 81(3), 1999), 191-198.
Stolp, Stephen, Stuart C. Smith. School Culture and Climate: The Role of the Leader, OSSC Bulletin (Eugene: Oregon School Study Council, January 1994), 57.
Subagiao Atmodiwirio, Manajemen pendidikan Indonesia (Jakarta: PT. Ardadizya Jaya, 2000)
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung, Alfabeta, 2006)
Suparta, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam DEPAG RI, 2006)
Syahidin, Pengembangan Pendidikan Agama IslamDi Perguruan Tinggi UmumStudi Kasus Di IKIP Bandung Tahun 1966 – 1999 (Disertasi SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001)
Tang, M., Assessing and Changing School Culture in B. Enford (Ed.), Transforming the school counseling profession (pp. 387-397). Upper Saddle, NJ: Merril/Prentice Hall.
Terrence E. Deal, Allan A. Kennedy, Corporate Cultures Originally published in 1982 (USA: Perseus, 2000)
Thacker, Jerry L., Illiam D. McInerney. “Changing Academic Culture To Improve Student Achievement in the Elementary Schools.” ERS Spectrum 10, 4 EJ454 390 (Fall 1992), 18-23.
The law professor quotes this from Stephen L. Carter, The Culture of Disbelief: How American Law and Politics Trivialize Religious Devotion (New York: Basic Books, 1993), 63.
Thomas Lickona dan Kevin Ryan, Character Development in school and beyond (Cardinal Station, Wasington D.C: 1992)
Thomson, S., Cresswell, J, De Bortoli, L., Facing the future: A focus on mathematical literacy among Australian 15 year-old students in PISA 2003 (Camberwell: ACER/OECD, 2004)
Thowaf, Siti Malikhah, Pembinaan Kampus Sebagai Lembaga Pendidikan Ilmiah Edukatif yang Religius, makalah disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan III, Ujung Pandang, 4-7 Maret 1996.
William Scott Green, “Religion and Society in America,” in Neusner, World Religions in America, 295–297.
Willms, J.D., Student engagement at school: A sense of belonging and participation, results from PISA 2000 (Paris: OECD, 2003)
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007)
Witarsa, “Pengaruh Kinerja Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Nilai Terhadap Pengembangan Budaya Sekolah Di Wilayah Perbatasan Indonesia Malaysia (Studi Di SD, SMP, dan SMK Kabupaten Sanggau)”, Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No. 1 April 2011 ISSN 1412-565X, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2011.
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997)
PEMBENTUKKAN KARAKTER
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA
DI SMP LABSCHOOL JAKARTA
- A. Thesis Statement
Disertasi ini ingin mengatakan bahwa pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah berkontribusi terhadap pembentukkan karakter siswa.
- B. Problem Statement
Pendidikan agama mempunyai peranan yang sangat besar dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional dan sekaligus rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan mutu pendidikan agama. Secara umum pendidikan agama dan keagamaan berfungsi untuk membentuk manusia Indonesia yang berkarakter yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, dan mampu menjaga kerukunan hubungan antar umat beragama, memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang mengimbangi penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Tujuan pembentukkan karakter dari pendidikan agama adalah pertama, menanamkan nilai-nilai untuk menangkis pengaruh nilai-nilai negatif atau cenderung negatif akibat arus globalisasi. Kedua, memerangi kecenderungan materialisme, konsumerisme, dan hedonisme. Ketiga, menanamkan pemahaman dan penghayatan nilai keadilan. Keempat, menanamkan etos kerja yang mantap sebagai bekal dalam menghadapi dunia kerja dan realitas sosial. Hal tersebut sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun demikian, realita yang terjadi di kalangan peserta didik adalah pertama, fenomena berbagai penyimpangan religiusitas di kalangan pelajar, kedua, terjadi pergeseran sistem nilai, ketiga, adanya pengaruh arus deras budaya global yang negatif.
Kelemahan tersebut timbul dikarenakan adanya gap antara teori dan empiri, yaitu adanya indikator pendidikan agama tidak maksimal mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi makna dan nilai yang menjadi afektif yang dapat diinternalisasikan oleh peserta didik, serta pendidikan agama kurang peka terhadap perubahan sosial, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai keseharian terjadi di masyarakat dalam konteks sosial budaya. Semakin jelas bahwa persoalan mendasar di antaranya adalah belum maksimalnya pengembangan pendidikan agama. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap kurang maksimalnya kontribusi pendidikan agama terhadap pembentukkan karakter siswa. Pengembangan pendidikan agama adalah jawaban atas kelemahan pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung di sekolah selama ini.
Pendidikan agama sebagai budaya sekolah berkontribusi terhadap pembentukkan karakter siswa. Pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah terhadap pembentukkan karakter siswa tidak mungkin optimal, jika tidak melaksanakan penetapan, penerapan, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi budaya sekolah dalam pengembangan pendidikan agama. Penetapan, penerapan, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pendidikan agama melalui budaya sekolah terhadap pembentukkan karakter siswa di sekolah umum dapat memperjelas arah tujuan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan hakikat pengembangan pendidikan agama dalam pembentukkan karakter siswa di masa depan.
- C. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di SMP Labschool Jakarta?
- D. Lacuna
Telah banyak penelitian pengembangan pendidikan agama, baik dari sisi pengembangan kurikulum, manajemen, pengembangan sumber daya manusia, metodologi pengajaran,maupun integrasi pendidikan agama dengan mata pelajaran non agama, di anataranya Mochtar Buchori, Soejatmoko, Rasdianah, Siti Malikhah Thowaf, Agus Maimun dkk, Atho Mudzhar, dan Muhaimin. Namun demikian belum banyak penelitian pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah.
- E. Perbedaan dengan kesimpulan yang diberikan komunitas akademik lain
Disertasi ini ditulis berbeda dengan penelitian Thomas Lickona, Brown, Herrstein, Ester, Shcwart, Reisberg, J. Herbart memiliki pandangan bahwa pendidikan karakter dan pendidikan agama semestinya dipisahkan dan tidak dicampuradukkan, belajar adalah hanya proses transfer of knowladge, pembentukan material lebih diutamakan dari pembentukan formal, sehingga hanya terjadi intelektualisme dalam pengajaran.
- F. Persamaan dengan kesimpulan yang diberikan komunitas akademik lain
Disertasi ini mendukung penelitian dan pandangan Robert Jackson, Fraenkel, Kent. D. Peterson, Terrece E. Deal, Hollins, E, Muhammad Hamid al-Nasir al-Khaulah Abd al-Qadir Darwish, Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani yang berpandangan bahwa pendidkan agama memberikan kontribusi terhadap pembentukkan budaya sekolah, pendidikan kewarganegaraan, dan pendidikan karakter, pendidikan tidak hanya sekedar transfer of knowladge, proses pengarahan perkembangan manusia (ri’ayah) pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku, kehidupan sosial, dan keagamaan yang diarahkan pada kebaikan dan menuju kesempurnaan, mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya budaya sekolah akan membentuk penghayatan psikologis masyarakat sekolah termasuk di dalamanya peserta didik yang akan membentuk pola nilai, sikap, kebiasaan dan perilaku budaya warga sekolah. sekolah dibentuk oleh praktik dan nilai budaya serta merefleksikan norma-norma dari masyarakat di mana mereka masih sedang dikembangkan.
- G. Disertasi ini menunjukkan
- Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah yang ditetapkan di SMP Labschool Jakarta adalah pandangan sekolah, visi dan misi sekolah, sistem pendidikan sekolah, program budaya sekolah, pemahaman, sikap, dan perilaku warga sekolah terhadap filosofi pembangunan mental-moral, nilai-nilai karakter, perencanaan, proses, penilaian dan indikator keberhasilan, dan variabel sistem sosial.
- Penerapan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah telah berhasil dilaksanakan dengan baik terhadap pembentukkan karakter siswa di SMP Labschool Jakarta.
- Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah yang ditetapkan SMP Labschool Jakarta dapat memperjelas arah tujuan, pelaksanaan, dan hakikat pengembangan pendidikan agama dalam pembentukkan karakter siswa di masa depan.
- H. Sumber yang dipakai dan cara membacanya
Data utama penelitian ini menggunakan data SMP Labschool Jakarta. Paradigma kualitatif digunakan untuk menemukan dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi budaya sekolah dalam pengembangan pendidikan agama di sekolah umum terhadap pembentukkan karakter siswa. Sesuai dengan jenisnya, data-data yang diperlukan penelitian ini menggunakan pendekatan sistem (system approach), dengan analisis kualitatif. Data diperoleh melalui: teknik observasi partisipatif, wawancara secara mendalam, studi literatur, dan studi dokumentasi.
- I. Perdebatan akademik
Dalam disertasi ini akan memunculkan perdebatan di kalangan masyarakat akademik diantaranya:
- Dialektika konsep dan teori pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agamasebagai budaya sekolah.
- Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama.
- J. Outline
OUTLINE
BAB I: PENDAHULUAN
- Latar Belakang Penelitian……………………………………………………..
- Permasalahan………………………………………………………………………
- Penelitian Terdahulu yang Relevan……………………………………….
- Tujuan Penelitian…………………………………………………………………
- Kegunaan Penelitian…………………………………………………………….
- Metodologi Penelitian…………………………………………………………..
- Sistematika Penulisan…………………………………………………………..
BAB II: PEMBENTUKKAN KARAKTER DALAM PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN AGAMA SEBAGAI BUDAYA SEKOLAH………..
- Dialektika Konsep dan Teori Pembentukkan Karakter dalam Pengembangan Pendidikan Agama Sebagai Budaya Sekolah…….
- Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukkan Karakter Dalam Pengembangan Pendidikan Agama Sebagai Budaya Sekolah…………………………………………………………………..
BAB III: PENENTU KEBERHASILAN PEMBENTUKKAN
KARAKTER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
AGAMA SEBAGAI BUDAYA SEKOLAH………………………………
- Pemahaman, Sikap, dan Perilaku Warga Sekolah Terhadap Filosofi Pembangunan Mental-Moral Siswa Sebagai Generasi Muda Yang Berkarakter………………………………………………………..
- Nilai-nilai Karakter Yang Dikembangkan Dalam Pendidikan Agama………………………………………………………………………………..
- Perencanaan Pembentukkan Karakter Dalam Pendidikan Agama………………………………………………………………………………..
- Proses Pembentukkan Karakter Dalam Pengembangan Pendidikan Agama………………………………………………………………
- Penilaian dan Indikator Keberhasilan Pembentukkan Karakter Dalam Pengembangan Pendidikan Agama………………………………
BAB IV: PENUNJANG KEBERHASILAN PEMBENTUKKAN
KARAKTER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
AGAMA SEBAGAI BUDAYA SEKOLAH………
- Pandangan, Visi, Misi, Dan Tujuan Sekolah Memperjelas Arah Pembentukkan Karakter………………………………………………………..
- Sinergi Kegiatan Ekstrakurikuler Untuk Pembentukkan Karakter
- Program Budaya Sekolah Dan Penciptaan Sekolah Yang Mencerminkan Karakter……………………………………………………….
BAB V: PENGGERAK KEBERHASILAN PEMBENTUKKAN
KARAKTER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
AGAMA SEBAGAI BUDAYA SEKOLAH……….
- Profil Penggerak Pembentukkan Karakter Dalam Pengembangan Pendidikan Agama……………………………………………………………….
- Pola Interaksi Penggerak Pembentukkan Karakter Dalam Pengembangan Pendidikan Agama………………………………………..
- Peran Penggerak Pembentukkan Karakter Dalam Pengembangan Pendidikan Agama……………………………………………………………….
BAB VI: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI…………………………………….
- Kesimpulan…………………………………………………………………………
- Rekomendasi………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………..
ABSTRAK
Kurnali, “Upaya Pembentukkan Karakter dalam Pengembangan Pendidikan Agama Sebagai Budaya Sekolah Di SMP Labschool Jakarta”. Disertasi Program Doktor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Kesimpulan disertasi ini adalah pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah berkontribusi terhadap pembentukkan karakter siswa.
Pendidikan agama mempunyai peranan yang sangat besar dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional dan sekaligus rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan mutu pendidikan agama. Secara umum pendidikan agama dan keagamaan berfungsi untuk membentuk manusia Indonesia yang berkarakter yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, dan mampu menjaga kerukunan hubungan antar umat beragama, memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang mengimbangi penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Tujuan pembentukkan karakter dari pendidikan agama adalah pertama, menanamkan nilai-nilai untuk menangkis pengaruh nilai-nilai negatif atau cenderung negatif akibat arus globalisasi. Kedua, memerangi kecenderungan materialisme, konsumerisme, dan hedonisme. Ketiga, menanamkan pemahaman dan penghayatan nilai keadilan. Keempat, menanamkan etos kerja yang mantap sebagai bekal dalam menghadapi dunia kerja dan realitas sosial. Hal tersebut sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun demikian, realita yang terjadi di kalangan peserta didik adalah pertama, fenomena berbagai penyimpangan religiusitas di kalangan pelajar, kedua, terjadi pergeseran sistem nilai, ketiga, adanya pengaruh arus deras budaya global yang negatif.
Kelemahan tersebut timbul dikarenakan adanya gap antara teori dan empiri, yaitu adanya indikator pendidikan agama tidak maksimal mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi makna dan nilai menjadi afektif yang dapat diinternalisasikan oleh peserta didik, serta pendidikan agama kurang peka terhadap perubahan sosial, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai keseharian terjadi di masyarakat dalam konteks sosial budaya. Semakin jelas bahwa persoalan mendasar di antaranya adalah belum maksimalnya pengembangan pendidikan agama. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap kurang maksimalnya kontribusi pendidikan agama terhadap pembentukkan karakter siswa. Pengembangan pendidikan agama adalah jawaban atas kelemahan pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung di sekolah selama ini.
Pendidikan agama sebagai budaya sekolah berkontribusi terhadap pembentukkan karakter siswa. Pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah terhadap pembentukkan karakter siswa tidak mungkin optimal, jika tidak melaksanakan penetapan, penerapan, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi budaya sekolah dalam pengembangan pendidikan agama. Penetapan, penerapan, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pendidikan agama melalui budaya sekolah terhadap pembentukkan karakter siswa di sekolah umum dapat memperjelas arah tujuan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan hakikat pengembangan pendidikan agama dalam pembentukkan karakter siswa di masa depan.
Pertanyaan penelitan dirumuskan faktor-faktor apasaja yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah di SMP Labschool Jakarta? Telah banyak penelitian pengembangan pendidikan agama, baik dari sisi pengembangan kurikulum, manajemen, pengembangan sumber daya manusia, metodologi pengajaran,maupun integrasi pendidikan agama dengan mata pelajaran non agama. Namun demikian belum banyak penelitian pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah.
Disertasi ini ditulis berbeda dengan penelitian Thomas Lickona, Brown, Herrstein, Ester, Shcwart, Reisberg, J. Herbart memiliki pandangan bahwa pendidikan karakter dan pendidikan agama semestinya dipisahkan dan tidak dicampuradukkan, belajar adalah hanya proses transfer of knowladge, pembentukan material lebih diutamakan dari pembentukan formal, sehingga hanya terjadi intelektualisme dalam pengajaran.
Disertasi ini mendukung penelitian dan pandangan Robert Jackson, Fraenkel, Kent. D. Peterson, Terrece E. Deal, Hollins, E, Muh}ammad H}a>mid al-Na>sir al-Khaulah Abd al-Qa>dir Darwish, Omar Muh}ammad al-Toumi al-Syaibani yang berpandangan bahwa pendidkan agama memberikan kontribusi terhadap pembentukkan budaya sekolah, pendidikan kewarganegaraan, dan pendidikan karakter, pendidikan tidak hanya sekedar transfer of knowladge, proses pengarahan perkembangan manusia (ri’ayah) pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku, kehidupan sosial, dan keagamaan yang diarahkan pada kebaikan dan menuju kesempurnaan, mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya budaya sekolah akan membentuk penghayatan psikologis masyarakat sekolah termasuk di dalamanya peserta didik yang akan membentuk pola nilai, sikap, kebiasaan dan perilaku budaya warga sekolah. sekolah dibentuk oleh praktik dan nilai budaya serta merefleksikan norma-norma dari masyarakat di mana mereka masih sedang dikembangkan.
Disertasi ini menunjukkan: Pertama, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah yang ditetapkan di SMP Labschool Jakarta adalah pandangan sekolah, visi dan misi sekolah, sistem pendidikan sekolah, program budaya sekolah, konsep, prinsip, pendekatan, dan strategi budaya sekolah, kebijakan organisasi, sistem sosial, dan dimensi budaya dalam pengembangan budaya sekolah. Kedua, penerapan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah telah berhasil dilaksanakan dengan baik terhadap pembentukkan karakter siswa di SMP Labschool Jakarta. Ketiga, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukkan karakter siswa dalam pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah yang ditetapkan SMP Labschool Jakarta dapat memperjelas arah tujuan, pelaksanaan, dan hakikat pengembangan pendidikan agama dalam pembentukkan karakter siswa di masa depan.
Data utama penelitian ini menggunakan data SMP Labschool Jakarta. Paradigma kualitatif digunakan untuk menemukan dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi budaya sekolah dalam pengembangan pendidikan agama di sekolah umum terhadap pembentukkan karakter siswa. Sesuai dengan jenisnya, data-data yang diperlukan penelitian ini menggunakan pendekatan sistem (system approach), dengan analisis kualitatif. Data diperoleh melalui: teknik observasi partisipatif, wawancara secara mendalam, studi literatur, dan studi dokumentasi.
[1]Kurnali, mahasiswa S3 Pengkajian Islam konsntrasi Pendidikan agama Islam SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, NIM 09.3.00.0.12.01.0066.
[2]Pendidikan masa lalu, ketika pendidikan masih utuh dalam satu tangan, pengembangan daya akal dan daya hati nurani itu masih berjalan selaras dan seimbang. Pada perkembangan selanjutnya terjadi dualisme, yaitu pendidikan umum dan pendidikan agama. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih mendapatkan perhatian besar dibandingkan porsi pendidikan agama. Di samping problem porsi waktu, problem pendidikan agama selanjutnya adalah pendidikan agama hanya transfer of knowladge atau hanya pengembangan aspek kognitif, belum pada penekanan pada aspek afektif. Lihat Harun Nasution, dkk. ,dalam (ed) Saiful Mujani dan Arif Subhan, Pendidikan Agama Dalam Perspektif Agama-agama (Jakarta: Konsorsium Pendidikan Agama Di Perguruan Tinggi Umum,1995), 9-16.
[3]Perspektif agama Katolik, pendidikan agama yang dilakukan di sekolah-sekolah yang ingin mencapai tujuan yaitu pembinaan watak, harus mengusahakan penyampaian ajaran, pengendapan nilai, dan pembentukan sikap hidup. Seharusnya tidak hanya pada tahap penyampaian ajaran, namun pada kenyataannya pengendapan paham dan nilai apalagi pembinaan sikap, kurang mendapatkan perhatian. Lihat J. Riberu, Membentuk Filsafat Hidup Pribadi, Harun Nasution, dkk., dalam (ed) Saiful Mujani dan Arif Subhan, Pendidikan Agama Dalam Perspektif Agama-agama (Jakarta: Konsorsium Pendidikan Agama Di Perguruan Tinggi Umum,1995), 41-52.
[4]Pandangan agama Protestan memberikan telaah terhadap tujuan pendidikan agama ditujukan kepada pengamalan agama dalam kehidupan pribadi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan (masih dapat ditambah dalam kehidupan internasional dan tanggungjawab terhadap kelestarian alam). Sementara pendidikan agama hanya ditujukan kepada dimensi tertentu saja dalam kehidupan peserta didik, yaitu dimensi religious, moral, etik, dan spiritual, tetapi terpisah dari dimensi-dimensi lain, yaitu dimensi ilmiah dan dimensi tanggungjawab serta pengabdian dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan dalam suatu Negara Pancasila. Lihat T. B. Simatupang, Tujuan dan Cara Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum dalam (ed) Saiful Mujani dan Arif Subhan, Pendidikan Agama Dalam Perspektif Agama-agama (Jakarta: Konsorsium Pendidikan Agama Di Perguruan Tinggi Umum,1995),77-88.
[5]Perspektif agama Hindu, menyimpulkain tujuan pendidikan agama mulai dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi, haruslah sejalan dengan tujuan agama itu sendiri, yakni memberikan bimbingan kepada anak didik, siswa, mahasiswa sebagai manusia dalam usahanya mencapai kesempurnaan diri dan kebahagiaan lahir batin, baik dalam hidup sekarang maupun dalam hidupnya yang akan datang. Untuk mencapai tujuan tersebut, dengan minimnya porsi waktu pendidikan agama di tingkat TK, SD, SMP, dan SMA, kurikulum yang baik dan sempurna tidak mungkin bisa diterapkan. Lihat I. Ketut N. Natih, Mendorong Kesempurnaan Diri dalam (ed) Saiful Mujani dan Arif Subhan, Pendidikan Agama Dalam Perspektif Agama-agama (Jakarta: Konsorsium Pendidikan Agama Di Perguruan Tinggi Umum,1995), 101-108.
[6]Perspektif agama Budha bahwa pendidikan agama tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan moral dan budi pekerti. Sementara sekarang, di mana-mana terjadi tindak kekerasan, perkosaan, penganiyayaan, dan sebagainya. Semua tindakan yang tidak bermoral, penyebabnya adalah erosi kasih sayang, selanjutnya bagaimana peranan pendidikan agama dalam mengatasi masalah sadisme ini? Hal ini terjadi karena adanya dualisme pembinaan dan pengembangan, yaitu pengembangan hati nurani melalui pendidikan agama, dan pendidikan umum dalam membina dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lihat Oka Diputhera, Mengembangkan Catur Paramita dalam (ed) Saiful Mujani dan Arif Subhan, Pendidikan Agama Dalam Perspektif Agama-agama (Jakarta: Konsorsium Pendidikan Agama Di Perguruan Tinggi Umum,1995), 109-119.
[7]Suparta, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam DEPAG RI, 2006), 8-9.
[8]Imam Tholkhah dan Didik Suhardi, Pedoman Umum Penyelenggaraan Ekstrakurikuler Pendidikan agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP), penjelasan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa tujuan mata pelajaran pendidikan agama Islam adalah menumbuh kembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi maslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT, dan mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia, yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal, dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah. Imam Tholkhah dan Didik Suhardi, Pedoman Umum Penyelenggaraan Ekstrakurikuler Pendidikan agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Jakarta: Depag Dirjenpendis Direktorat PAIS pada Sekolah, Depdiknas Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat SMP, 2009), 12-13.
[9]Hamid Muhammad, Model Silabus Mata Pelajaran: Pendidikan Agama Kristen SMP/MTs, karakteristik mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK) yaitu: PAK merupakan kajian secara terpadu tentang hakekat, fenomena, masalah, dan interaksi keagamaan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Materi PAK tertuang dalam 3 (tiga) dimensi ajaran Kristen yang bersumber dari Alkitab yaitu iman, greja dan masyarakat yang diaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat. Hamid Muhammad, Model Silabus Mata Pelajaran: Pendidikan Agama Kristen SMP/MTs (Jakarta: Depdiknas Dirjen Manajemen Dikdasmen Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2006), 1.
[10]Hamid Muhammad, Model Silabus Mata Pelajaran: Pendidikan Agama Kristen SMP/MTs, karakteristik mata pelajaran pendidikan agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan para siswa untuk memperteguh iman dan ketakwaan kepada Tuhan YME sesuai dengan agama Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat dalam mewujudkan persatuan nasional. Materi pendidikan agama berupa tema-tema penting tentang keseluruhan hidup beriman baik individual, sesama, dan lingkungan. Hamid Muhammad, Model Silabus Mata pelajaran: Pendidikan Agama Katolik SMP/MTs (Jakarta: Depdiknas Dirjen Manajemen Dikdasmen Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2006), 1.
[11]Hamid Muhammad, Model Silabus Mata Pelajaran: Pendidikan Agama Kristen SMP/MTs, karakteristik mata pelajaran Pendidikan Agama Hindu (PAH) adalah memuat kajian komprehensif peran dan fungsi agama Hindu dalam kehidupan modern yang pluralistic dan turbulent. PAH diarahkan untuk membangun mental pribadi peserta didik agar memiliki visi yang jelas, wawasan dan pengetahuan yang kontekstual, tujuan hidup yang jelas, komitmen terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip hidup yang tinggi, rasa harga diri, kompeten, kemampuan hidup secara harmonis dan kreatif dalama masyarakat yang pluralistic, kepedulian terhadap lingkungan. Tema-tema essensi dari PAH diarahkan agar peserta didik berakhlak muliaatau berbudi pekerti luhur, tekad kerja keras, mandiri, dan bertanggungjawab yang tercermin dalam pola hidup sehari-hari. Hamid Muhammad, Model Silabus Mata Pelajaran: Pendidikan Agama Hindu SMP/MTs (Jakarta: Depdiknas Dirjen Manajemen Dikdasmen Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2006), 1-2.
[12]Hamid Muhammad, Model Silabus Mata Pelajaran: Pendidikan Agama Kristen SMP/MTs, karakteristik mata pelajaran Pendidikan Agama Budha (PAB) adalah memuat kajian konprehensif peran dan fungsi agama Hindu dalam kehidupan modern yang pluralistik dan turbulent. PAB diarahkan untuk membangun karakter peserta didik pribadi peserta didik agar memiliki motivasi, kemandirian, rasa percaya diri, ketekunan, ketabahan, tekad kerja keras, suka pada tantangan, kreatif, energik, dan berinisiatif tingga berdasarkan Buddhadharma. Tema-tema essensi dalam PAB agar peserta didik berakhlak mulia atau berbudi pekerti luhur, memahami jati dirinya sebagai manusia sebagai makhluk sosial, tekad kerja keras, mandiri, dan bertanggungjawab yang tercermin dalam pola kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan Tuhan dan Triratna, dengan sesame manusia, dan dengan lingkungan hidup sekitar atau hukum kosmis yang mengatur alam semesta. Hamid Muhammad, Model Silabus Mata Pelajaran: Pendidikan Agama Budha SMP/MTs (Jakarta: Depdiknas Dirjen Manajemen Dikdasmen Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2006), 1-2.
[13]Anas Sudijono, Strategi Evaluasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Ranah Afektif (Kajian Mikro Kurikulum Sekolah Umum Tahun 1994) dalam Antologi Studi Islam Teori & Metodologi.M. Amin Abdullah, dkk. (edit) (Yogyakarta: DIP PTA IAIN Sunan Kalijaga, 2000), 199.
[14]Kemendiknas, Desain Induk Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendiknas, 2010), 11-12.
[15]Mansyur Ramly, Pengembangan Pendidikan Buadaya Dan Karakter Bangsa Pedoman Sekolah (Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010), 8.
[16]Kemendiknas, Desain Induk Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendiknas, 2010), 13-14.
[17]Fauzan, “Dilema Baru Pendidikan Islam Pasca Otonomi Daerah”, dalam Komaruddin Hidayat,at.al., Mimbar Jurnal Agama dan Budaya Volume 24,No.4, ( Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2007), 559.
[18]Agus Maimun,Abdul Mukti Basri,dan Hasanudin, Profil Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Umum Tingkat Dasar (Jakarta : Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dan Pendidikan Umum Proyek Pemberdayaan Kelembagaan Dan Ketatalaksanaan Pada Madrasah Dan PAI Pada Sekolah Umum Tingkat Dasar, 2003), 3-4.
[19]Sa’id Agil Husein Al-Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’an Dalam Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2003), 41-42.
[20]Mochtar Buchori, “Posisi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Umum.” Makalah pada Seminar Nasional di IKIP Malang, (Malang: 24 Februari 1992). Lihat dalam Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1995)
[21]Agus Maimun, Abdul Mukti Bisri, dan Hasanudin, Profil Pendidikan Agama Islam (PAI) Model Sekolah Umum Tingkat Dasar, karakteristik pendekatan behavioristik, dapat dilihat dari dua segi yaitu: dari segi kurikulum dan interaksi guru-siswa. Dilihat dari kurikulum dapat diidentifikasikan sebagai berikut: (1) disajikan secara kotak-kotak, (2) Fokus pada keterampilan dasar, (3) kurikulum diikuti secara ketat, (4) aktivitas belajar-mengajar tergantung pada buku teks dan lembar kerja. Sedang dilihat dari interaksi guru-siswa, dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) Informasi datang dari guru, (2) fokus pada jawaban benar untuk mengevaluasi belajar siswa, (3) evaluasi siswa dilakukan melalui tes (terpisah dari pengajaran), dan (4) umumnya siswa bekerja sendiri. Lihat Agus Maimun, Abdul Mukti Bisri, dan Hasanudin, Profil Pendidikan Agama Islam (PAI) Model Sekolah Umum Tingkat Dasar (Jakarta: Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah dan Pendidikan Umum Proyek Pemberdayaan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Pada Madrasah dan PAI pada Sekolah Umum Tingkat Dasar, 2003), 28-29.
[22]Agus Maimun, Abdul Mukti Bisri, dan Hasanudin, Profil Pendidikan Agama Islam (PAI) Model Sekolah Umum Tingkat Dasar, misi utama pendekatan konstruktivistik adalah membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi, pembentukan kembali, transformasi informasi yang telah diperolehnya menjadi pengetahuan baru. Karakteristik pendekatan konstruktivistik dapat dilihat dari dua segi yaitu: dari kurikulum dan interaksi guru-siswa. Dilihat dari kurikulum dapat diidentifikasi sebagai berik ut: (1) disajikan secara terintegrasi, (2) focus pada konsep umum, (3) keaktifan siswa lebih ditekankan, (4) aktivitas belajar-mengajar tergantung pada bahan yang menyebabkan siswa berfikir. Sedang dilihat dari interaksi guru-siswa dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) hubungan yang interaktif, (2) fokus kepada kemampuan siswa menguasai konsep dan mengutarakan pandanmgannya, (3) evaluasi siswa dilakukan secara integrative dalam proses belajar mengajar melalui observasi, (4) siswa umumnya bekerja secara berkelompok. Lihat dalam Lihat Agus Maimun, Abdul Mukti Bisri, dan Hasanudin, Profil Pendidikan Agama Islam (PAI) Model Sekolah Umum Tingkat Dasar (Jakarta: Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah dan Pendidikan Umum Proyek Pemberdayaan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Pada Madrasah dan PAI pada Sekolah Umum Tingkat Dasar, 2003), 29-31.
[23]Atho Mudzhar, “Pendidikan Agama Belum Capai Tujuan.,” Tempo, 24 Nopember 2004.
[24]Sebagaimana penjelasan Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja Secara sistematis, yaitu perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organism (fisik dan psikis), progresif, yaitu perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis), dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniyah) maupun psikis (rohaniyah). Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: PT. Rosda Karya, 2007), 15.
[25]Depdiknas, Program Pembangunan Karakter Bangsa (Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 2003)
[26]Jumlah sekolah SMP berdasarkan status pada tahun pelajaran 2009/2010 adalah sebagai berikut; Jakarta Pusat SMP Negeri 36, SMP Terbuka 4, SMP Swasta 84 jumlah 124, Jakarta Utara SMP Negeri 37 SMP Terbuka 6 SMP Swasta 125 jumlah 168, Jakarta Barat SMP Negeri 50 SMP Tebuka 3 SMP Swasta 168 jumlah 221, Jakarta Selatan SMP Negeri 66 SMP Tebuka 6 SMP Swasta 116 jumlah 188, Jakarta Timur SMP Negeri 95 SMP Tebuka 11 SMP Swasta 146 jumlah 252 Kep. Seribu, SMP Negeri 5. Lihat http://disdikdki.net/news.php?tgl=2011-04-20&cat=9&id=407 (Diakses pada 21/05/2011).
[27]Sesuai peringkat terbaik SMP Negeri adalah; SMPN 115, SMPN 49, SMPN 109, SMPN 19, SMPN 41, SMPN 103, SMPN 216, SMPN 252, SMPN 75, SMPN 9, SMPN 30, SMPN 20, SMPN 255, SMPN 111, SMPN 1, SMPN 81, SMPN 85, SMPN 199, SMPN 11, SMPN 92. Lihat dalam
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AqxJmo0u2F9A86wFwqxStgKtRgx.;_ylv=3?qid=20090211003309AANGye3 (Diakses pada 21/05/2011)
SMP Rintisan SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) adalah; SMPN 1 Cikini, SMPN 19, Kebayoran Baru, SMPN 30 Koja, SMPN 49 Kramat Jati, dan SMPN 115 Tebet. Sedangkan SMP penyelenggara program percepatan belajar adalah; SMP Permai Jakarta Utara, SMP Islam Al Azhar Kelapa Gading, SMP Islam Al Azhar 1 Kebayoran Baru, SMP Islam Al Azhar Syifa Budi Kemang Raya, SMP Labschool Rawamangun, SMP PB Sudirman Cijantung, SMPN 19 Jakarta Kebayoran Baru , SMPN 41 Jakarta Ragunan, SMPN 49 Jakarta Kramat Jati, SMP Candra Kusuma Vila Mas Selatan H4/I, SMP 4 Bpk Penabur Kelapa Gading, SMPN 252 Jakarta Kelapa Duren Sawit. Lihat dalam
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080514015019AANZD02. (Diakses pada, 21/05/2011)
SMP Al-Azhar Kelapa Gading (Alazka). SLTP Islam Al-Binaa Boarding School Jakarta, SMP Bina Nusantara School Simprug Jakarta, SMP Central-Sevilla School Jakarta, SMP High/Scope Institute Indonesia Jakarta, SMP Jakarta Islamic School Komplek Kodam Jatiwaringin Jakarta Timur, SMP Jakarta International School Jakarta,SMP Sekolah terpadu Krida Nusantara Jakarta, SMP Laboratorium Pondok Kopi Duren Sawit Jakarta Timur. SMPSekolah Islam terpadu Madina Islamic School Sekolah kerjasama Azhari Islamic School, The Islamic Schools of Victoria, Melbourne, dan Arva Corporation Tebet Jakarta, SMP Mahatma Gandi School Kemayoran dan Pasar Baru, Jakarta, SMP Marie Joseph Kelapa Gading Jakarta, SMP North Jakarta International School Jakarta, SMP Santo Kristoforus
Jelambar dan Taman Palem Lestari Jakarta Barat, SMP Sekolah Alam Ciganjur Jakarta, SMP Citra Alam Ciganjur Jakarta, SMP Sekolah Kristen KetapangI dan II Jakarta, SMP Sekolah Tunas Muda Kedoya dan Meruya Jakarta, SMP Singapore PSB School Kebun Jeruk dan Kelapa Gading Jakarta. Lihat dalam
http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=AgtRK.RPLbY_hGBgIEoq55etRgx.;_ylv=3?qid=20080514220125AA88viK , (Diakses pada 21/05/2011)
[28]Husni Rahim dkk., Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah UMum Negeri melalui Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Teknis Pendidikan Agama Islam, 2001), 10-38.
[29]Martadi menyatakan bahwa untuk pembentukkan karakter melalui sekolah dapat dilakukan dengan pembangunan budaya sekolah dengan menciptakan suasana sekolah yang mencerminkan karakter. Martadi, Grand Design Pendidikan Karakter. Makalah pada Saresehan Nasional Pendidikan Karakter. Koordinator Kopertis Wilayah XI Kalimantan 2010.
[30]Kent. D. Peterson, Terrece E. Deal, Shaping School Culture, Pitfalls, Paradoxs & Promises (Jossey Bass Sun Fransisco USA, A. Willay Imprint, 1998). Lihat pula dalam Bradley V. Balch, Pamela Frampton, Marilyn A. Hirth, Preparing A Professional Portfolio: A School Administrator’s Guide, Volume 1 (University of Virginia: Pearson/Allyn and Bacon, 2006 )
[31]Hollins, E., Culture in school learning: Revealing the deep meaning (New Jersey Lawrence Erlbaum Assocates, 1996)
[32]Menurut Wijaya Kusumah, budaya sekolah yang unik dan tidak dimiliki oleh sekolah lainnya, menjadikan SMP Labschool Jakarta unggul di masyarakat. Unggul dalam bidang akademis dan non akademis. Unggul dalam bidang ko-kurikuler dan ekstrakurikuler. Nilai unggul sebuah sekolah terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan oleh para civitas sekolah (stakeholder) dalam mengembangkan potensi unik dari para peserta didiknya. Potensi unik inilah yang kami kembangkan dalam pendidikan berkarakter melalui budaya sekolah. http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/25/sekolah-berkarakter-bagaimana-mengelolanya/. Diakses pada tangal 02/12/2011.
[33]Kent. D. Peterson, Terrece E. Deal, Shaping School Culture,Pitfalls, Paradoxs & Promises (Jossey Bass Sun Fransisco USA, A. Willay Imprint, 1998). Lihat pula dalam Bradley V. Balch, Pamela Frampton, Marilyn A. Hirth, Preparing A Professional Portfolio: A School Administrator’s Guide, Volume 1 (University of Virginia: Pearson/Allyn and Bacon, 2006 )
[34]Hollins, E. Culture in school learning: Revealing the deep meaning (New Jersey Lawrence Erlbaum Assocates, 1996).
[35]Tang, M., Assessing and Changing School Culture dalam B. Enford (Ed.), Transforming the school counseling profession. Upper Saddle, NJ: Merril/Prentice Hall, 387-397.
[36]Christina A. Fraley, School Cultures And Their Correlations With Student Achievement: An Analysis Of Schools That Have Improved (Indiana State University: 2007).
[37]Nieto, S., Affirming Diversity: The Sociopolitical contexts of Multicultural Education (Boston: Allyn Bacon, 2003).
[38]Ivan Reid, The Sosiology of School and Education (Fontaa Press, 1978), 50
[39]Gulo W., Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Grasindo, 2002)
[40]Finann, C., “Implementating school reform models: Whay is it to hard for some schools and easy for others?” Paper senteed at the meeting of the American Educational Research Assocation (New Orleans: ERIC Document Reproduction Service No. ED446356, April 2000).
[41]Glatthorn Alan A., Curriculum Leadership (Illionis: Scott Foresman and Company, 1987), 20.
[42]Moerdiyanto, “Potret Kultur Sekolah Menengah Atas: Tantangan Dan Peluang”, Jurnal Cakrawala Pendidikan, FISE Universitas Negeri Yogyakarta, 2007.
[43]Firman Robiansyah, “Integrasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pembinaan Akhlak Siswa (Studi Kasus di SD Peradaban Serang), 2009.
[44]Witarsa, “Pengaruh Kinerja Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Nilai Terhadap Pengembangan Budaya Sekolah Di Wilayah Perbatasan Indonesia Malaysia (Studi Di SD, SMP, dan SMK Kabupaten Sanggau)”, Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No. 1 April 2011 ISSN 1412-565X, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2011.
[45]Satiajayanti, “Budaya Sekolah Di Madrasah Aliyah Negeri 2 Pekalongan” (Tesis Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2005)
[46]Desi Susanti, “Budaya Sekolah Efektif (Studi Etnografi Di SMA Negeri 1 Surakarta),” (Tesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2006)
[47]Karmidah, “Budaya Sekolah Pada SMP Berprestasi (Studi Kasus: Pola Interaksi Pemangku Kepentingan dan Terbentuknya Budaya Sekolah Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri I Piyungan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta)”, (Tesis Universitas Indonesia, Jakarta, 2007)
[48]Mochtar Buchori, “Posisi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Umum.” Makalah, pada Seminar Nasional di IKIP Malang, 24 Februari 1992. Lihat dalam Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1995)
[49]Soejatmoko, ”Pengaruh Pendidikan Agama Terhadap Kehidupan Sosial.” Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan Agama Dan Sistem Pendidikan Bangsa, Jakarta: 28-31 Januari 1976.
[50]Rasdianah, “Butir-butir pengarahan Dirjen Binbaga Islam pada pelatihan peningkatan wawasan ilmu pengetahuan dan kependidikan bagi dosen PAI di Perguruan Tinggi Umum,” Bandung, 11 Desember 1995
[51]Anas Sudijono, “Strategi Evaluasi Hasil Belajar Pendidikan Islam Ranah Afektif (Kajian Mikro Kurikulum sekolah Umum tahun 1994)” dalam Amin Abdullah (ed.), Antologi Studi Islam Teori dan Metodolog (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2000), 198.
[52]Thowaf, Siti Malikhah, “Pembinaan Kampus Sebagai Lembaga Pendidikan Ilmiah Edukatif yang Religius”. Makalah disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan III, Ujung Pandang: 4-7 Maret 1996.
[53]Karakteristik pendekatan behavioristik, dapat dilihat dari dua segi yaitu: dari segi kurikulum dan interaksi guru-siswa. Dilihat dari kurikulum dapat diidentifikasikan sebagai berikut: (1) disajikan secara kotak-kotak, (2) Fokus pada keterampilan dasar, (3) kurikulum diikuti secara ketat, (4) aktivitas belajar-mengajar tergantung pada buku teks dan lembar kerja. Sedang dilihat dari interaksi guru-siswa, dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) Informasi datang dari guru, (2) focus pada jawaban benar untuk mengevaluasi belajar siswa, (3) evaluasi siswa dilakukan melalui tes (terpisah dari pengajaran), dan (4) umumnya siswa bekerja sendiri. Lihat Agus Maimun, Abdul Mukti Bisri, dan Hasanudin, Profil Pendidikan Agama Islam (PAI) Model Sekolah Umum Tingkat Dasar (Jakarta: Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah dan Pendidikan Umum Proyek Pemberdayaan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Pada Madrasah dan PAI pada Sekolah Umum Tingkat Dasar, 2003), 28-29.
[54]Misi utama pendekatan konstruktivistik adalah membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi, pembentukan kembali, transformasi informasi yang telah diperolehnya menjadi pengetahuan baru. Karakteristik pendekatan konstruktivistik dapat dilihat dari dua segi yaitu: dari kurikulum dan interaksi guru-siswa. Dilihat dari kurikulum dapat diidentifikasi sebagai berik ut: (1) disajikan secara terintegrasi, (2) focus pada konsep umum, (3) keaktifan siswa lebih ditekankan, (4) aktivitas belajar-mengajar tergantung pada bahan yang menyebabkan siswa berfikir. Sedang dilihat dari interaksi guru-siswa dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) hubungan yang interaktif, (2) fokus kepada kemampuan siswa menguasai konsep dan mengutarakan pandanmgannya, (3) evaluasi siswa dilakukan secara integrative dalam proses belajar mengajar melalui observasi, (4) siswa umumnya bekerja secara berkelompok. Lihat dalam Lihat Agus Maimun, Abdul Mukti Bisri, dan Hasanudin, Profil Pendidikan Agama Islam (PAI) Model Sekolah Umum Tingkat Dasar(Jakarta: Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah dan Pendidikan Umum Proyek Pemberdayaan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Pada Madrasah dan PAI pada Sekolah Umum Tingkat Dasar, 2003), 29-31.
[55]Atho Mudzhar, “Pendidikan Agama Belum Capai Tujuan.,” Tempo, 24 Nopember 2004.
[56]Muhaimin berpandangan bahwa dikotomis adalah pandangan bahwa pendidikan agamahanya memikirkan keakhiratan, sementara kehidupan ekonomi, politik, seni-budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan sebagainya dianggap urusan duniawi. Paradigma mechanism, dan paradigma organism atau sistemik adalah pandangan bahwa kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya, bagaikan sebuah mesin yang terdiri dari berbagai komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antar satu sama lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak. Paradigma organism atau sistemik adalah aktivitas kependidikan merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang hidup bersama dan bekerjasama secara terpadu menuju tujuan tertentu. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009), 39- 44.
[57]Marzuki, M. Murdiono, dan Samsuri, “Pembinaan Karakter Siswa Berbasis Pendidikan Agama Di Sekolah Dasar Dan Sekolah Menengah Pertama Di Daerah Istimewa Yogyakarta”, FISE Uiversitas Negeri Yogyakarta, 2010.
[58]Thomas Lickona, Kevin Ryan, Character Development in school and beyond (Cardinal Station, Wasington D.C: 1992), 219-240.
[59]Abdul Majid, Taqwa Dasar Pembentukkan Karakter dalam Dasim Budimansyah, dkk., (ed), Pendidikan Karakter: Nilai inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa (Bandung: Widya Aksara Press, 2011), 672-679
[60]Abas Asyafah, Mendidik Karakter dengan Pengalaman dan Pembiasaan dalam Dasim Budimansyah, dkk., (ed.), Pendidikan Karakter: Nilai inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa (Bandung: Widya Aksara Press, 2011), 352-363
[61]Endang Danial, Sinergi Ekstrakurikuler Untuk Character Building Di Sekolah dalam Dasim Budimansyah, dkk., (ed), Pendidikan Karakter: Nilai inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa (Bandung: Widya Aksara Press, 2011), 630-645.
[62]Yadi Ruyadi, Pendidikan Karakter Atau Budi Pekerti dalam Dasim Budimansyah, dkk., (ed.), Pendidikan Karakter: Nilai inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa (Bandung: Widya Aksara Press, 2011), 331-351
[63]Sofyan Sauri, Strategi Dan Implementas Pendidikan Karakter Bangsa dalam Dasim Budimansyah, dkk., (ed.), Pendidikan Karakter: Nilai inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa (Bandung: Widya Aksara Press, 2011), 279-291.
[64]Kama Abdul Hakam, Membina Kecerdasan dan Perilaku Sosial dalam membangun karakter anak dalam Dasim Budimansyah, dkk., (ed.), Pendidikan Karakter: Nilai inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa (Bandung: Widya Aksara Press, 2011), 379-397.
[65]Kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivistisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Lihat dalam Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung, : Alfabeta, 2006), 15.
[66]Kata sistem (system) dapat dimaknai sebagai metode (method), rencana (plan), aturan (order), keteraturan (regularity), aturan, kebiasaan (rule), (manner), (mode), susunan, rencana (scheme), jalan, cara (way), kebiajakan (policy), kecerdasan (artifice), (operation), susunan, aturan (arrangement), rencana (program). Lihat dalam Devlin, Joseph, A Dictionary of Synonyms and Antonyms, (Angkasa : Bandung, 1961), 307. Sistem berasal dari bahasa Yunani systema yang mempunyai pengertian suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (whole compoused with several parts). Lihat dalam Shrode, William, and Dan Voich, Organization and Managmenet; Basic Systems Concepts (Malaysia : Irwin Book, Co, 1974), 115. Hubungan diantara bagian-bagian secara teratur (an organized, function relationship among units or components). Lihat dalam Awad, Elias M., System Analyziz and Design (Illinois: Richard D.Irwin Homewood, 1979), 4.
[67]Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif & Kuantitatif Korelasional Eksperimen Ex Post Fakto Etnografi Grounded Theory Action Research (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), 164.
[68]Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Jakarta: GP Press, 2008), 219.
[69]Pengamatan berperan serta menceritakan kepada peneliti apa yang akan dilakukan oleh orang-orang dalam situasi peneliti memperoleh kesempatan mengadakan pengamatan. Namun demikian, sering terjadi, peneliti lebih menghendaki suatu informasi lebih dari sekedar mengamatinya. Menurut Bogdan, seperti dikutip oleh Moloeng mendefinisikan secara tepat pengamatan berperan serta sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan. Lihat dalam Moloeng Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), 11. Pengamatan berperanserta, pengamatan yang dilakukan dengan melalui ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi obyek yang diteliti. Lihat dalam Mohammad Ali, Penelitian Kependidikan Prosedur & Strategi (Bandung: Penerbit Angkasa, 1987), 91
[70]Alwasilah, Chaidar. Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melaksanakan Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kiblat Buku Utama, 2002), 154. Lihat Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, 219.
[71]Moloeng Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, 103.
[72]Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 370-371.
[73]Moloeng Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, 178.
[74]Moleong menekankan pentingnya catatan lapangan, karena ia merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Lihat Metodologi Penelitian Kualitatif, 153.